Sejarah perkelincian di rumah kami dimulai sekitar bulan Juli 2010. Ceritanya ibuknya Nana pengen ikut-ikutan tantenya Nana (Bulik Ida) yang miara kelinci di Kotagede. Dan sejujurnya, aku juga jadi tertarik banget miara kelinci habis liat kelinci yang lucu di Kotagede.
Jadilah kami beli seekor kelinci putih, tapi sayang kakinya pincang dan hanya dalam hitungan hari kelinci pertama kami mati kembung gara-gara saya salah kasih pola makan. Saking bersemangatnya saya pengen lihat kaki yang pincang itu sembuh, sehari saya kasih kelinci itu dua ikat kangkung dan matilah dia. D'oh. Tapi saya langsung beli kelinci lagi. Saya merasa tertantang untuk bisa memelihara kelinci.
Kelinci kedua ini kami kasih nama Panda. Kelinci jenis Dutch, harganya 50 ribu. Masih kecil, dan kemudian saya sangat berhati-hati menjaga pola makan si Panda. Dalam beberapa minggu Panda bisa bertahan hidup dengan baik dan menjadi kelinci yang lucu.
Karena kakak sepupu Nana mau datang pas lebaran, Eyang Putri minta dibelikan satu kelinci lagi untuk kakak sepupunya Nana. Jadilah kami punya si Koko.
Si Koko ini betina, sedang si Panda jantan. Setelah kurang lebih 7 bulan, tepatnya Februari 2011 lalu, tiba-tiba Koko melahirkan 8 ekor anak. Kami heboh sendiri karena nggak nyangka Koko bakalan melahirkan. Untung waktu itu si Panda lagi kena detensi nggak boleh masuk kandang. Konon, bapak kelinci suka makan bayi kelinci yang baru lahir. Serem yak?
8 anak pertama ini meninggal 1 pada saat kelahiran (mortem post partum?), lalu 1 ekor bayi kelinci hilang digondhol tikus! Tikus sialan. Tapi salah kami juga karena tidak memfortifikasi kandang kelinci kami dengan baik. Dan kemudian 1 kelinci lagi mati karena badannya kurus keriput, kalah bersaing dengan saudara-saudaranya. Jadilah bayi kelinci kami bersisa 5: Flopsy, Mopsy, Cottontail, Pupcake dan Custard.
Yang lebih mengejutkan lagi, ketika kelima bayi kelinci kami berusia 34 hari, Koko kembali melahirkan!!! 8 ekor bayi kelinci lagi! Kami heboh sendiri lagi. Dari analisis sahabat kami yang ahli kelinci, Gestan, tampaknya si Koko kawin dengan Panda tepat setelah melahirkan Flopsy bersaudara. Memang, ketika kelahiran Flopsy bersaudara, kami heboh sendiri dan Koko sempat keluar kandang. Tampaknya, karena sudah beberapa waktu Panda terpisah dengan Koko, si Panda mengejar-ngejar Koko dan terjadilah ... tekdung.
Pada kelahiran kedua ini kami mulai kerepotan. Flopsy bersaudara akhirnya kami pisah dengan induknya. Kami kurung di kurungan kelinci yang dulu kami pakai untuk Koko dan Panda. Namun, karena kurungannya tampaknya kekecilan, kami memesan Pak Iwan untuk membuatkan kandang kelinci di bawah tangga. Taddaa ... !
Sayangnya dari 8 kelinci kecil angkatan kedua ini, 1 diantaranya mati ketika berumur 1 minggu karena tubuhnya kecil keriput, mungkin kalah bersaing: seleksi alam.
Semoga 7 bayi kelinci yang ada sekarang bertahan hidup seperti 5 ekor kakak-kakaknya. Masalahnya ... kami kehabisan nama untuk mereka. Ada yang punya ide?