Saya turun di York Rd. & Northern Pkwy bersama dua penumpang yang lain. Satu ibu-ibu kulit hitam, gemuk, pakai baju terusan warna biru, dengan sebuah anting dari untaian kuningan berbentuk wajik di satu telinga sebelah kanan. Satu lagi mbak-mbak kulit hitam, gemuk juga, rambut cepak, pakai baju seragam toko swalayan Giants warna kuning.
Ketika menyeberangi Northern Pkwy, si ibu berbaju biru tadi bilang, "That damn bus' so slow. We missed 58. I saw it passin' through."
"Yea...," saya menimpali. Pasrah. Karena itu artinya saya harus menunggu 1 jam untuk bis 58 ke arah White Marsh yang berikutnya.
Untungnya, walaupun nggak ada tempat duduk, di halte Northern Pkwy & York Rd tempat saya menunggu bis 58 ke arah White Marsh ini ada orang yang meninggalkan setumpuk krat bekas wadah telor dan beberapa potong batako yang bisa digunakan sebagai tempat duduk. Saya memilih untuk duduk di tumpukan batako. Jongkok sih lebih tepatnya, karena tumpukan batako-nya cuma setinggi betis. Si ibu berbaju biru duduk di tumpukan bekas krat telor.
"It is good to have it here," kata si ibu sambil senyum-senyum, menggeser-geser pantat-nya, mencari posisi duduk yang enak.
Sedangkan, si mbak karyawati Giant tadi berdiri gelisah. Rupanya dia nunggu jalur 44 ke arah Rosedale yang juga lewat halte itu, bukan 58. Kira-kira hampir setiap 3 menit si mbak ini berjalan menyeberangi jalan, melongok ke arah datangnya bis, berharap dapat melihat bis yang ditunggunya datang dari kejauhan, mengangkat pundaknya, tampak kecewa, dan kembali lagi ke halte.
Si mbak itu kemudian mencoba untuk melihat jadwal yang ada di kotak informasi. Dinyalakannya HP-nya untuk mendapatkan cahaya yang cukup. Tapi apa lacur kotak informasinya diorek-orek orang iseng. Si mbak tambah frustasi. Tangannya dikepalkan, meninju ruang kosong.
Si ibu yang duduk di atas bekas krat telor tadi berkomentar, "Look at that, they scratched it all over" sambil menggoyang-goyang jari telunjuknya yang ia arahkan ke kotak informasi. "That's not good man, they shouldn't do that. That's bad."
Saya cuma mengangguk-angguk saja sambil bergumam mengiyakan.
Lalu si ibu mencoba membuka percakapan dengan saya. "Are you going to catch 3?" Dia pikir saya nunggu 58 lalu transfer ke jalur 3 di Loch Raven.
"Nope," jawab saya, "I take 58 all the way to Rossville."
"Ow, okay," kata si ibu. "I need to catch 3."
"Why don't you take 36?" si mbak karyawati Giant tadi ikut nimbrung. Jalur 36 yang lewat di halte seberang memang menuju daerah yang sama dengan jalur 3 yang mau diambil si ibu berbaju biru itu.
"No way," jawab si ibu, "I'm heckin' no walk three blocks to get to my home this late. It's too dangerous." Baltimore kalo malem emang agak serem sih, kriminalitas cukup tinggi. "I'd rather take 44 or 58 and catchin' 3. It will take me one block away from my house."
Si mbak manggut-manggut. Saya juga.
Tak lama bis jalur 44 yang mereka tunggu datang. Saya lihat jam di HP saya menunjukkan jam 7.37. Mereka berdua naik ke atas bis.
"You take care," kata si ibu berbaju biru kepada saya sebelum naik ke bis.
"Thank you. You have a good one," jawab saya.
Saya sendirian di halte. Bis jalur 58 dijadwalkan datang 8.10. Masih lumayan lama. Saya pun mulai menulis catatan ini. "Bis jalur 8 ke arah North Ave berjalan pelan..."