Kalimat kedua dalam Bhakti Vidya (yel/motto SMA 3 Yogyakarta) adalah "tan lalana labet tunggal bangsa". Dulu, Kami mengucapkannya tanpa peduli itu artinya sebenarnya apa. Beberapa orang juga mencoba memaknainya, tapi saya modelnya nggak mudah percaya apa kata orang kalau belum saya ulik sendiri etimologinya.
Dengan bantuan teman-teman Barokah, inilah yang saya dapat:
"tan lalana" adalah sebuah frasa yang muncul di Kakawin Negarakrtagama, canto 12 baris 4 . Frasa itu menggambarkan salah satu sifat Mahapatih Gadjah Mada yang kokoh pendiriannya, tanpa tanding, tak tergoyahkan (unwavering) semangatnya.
Mengartikannya memang bukan per kata. Karena kalau dipisah kata per kata, agak jauh maknanya. "tan" itu kata negasi, seperti "tidak" atau "tanpa". Sedangkan "lalana" (ललन) dalam Sanskrit bermakna "caressing/fondling", atau "menyentuh dengan penuh kasih sayang". Sehingga kalau kata per kata, bisa jadi maknanya "tanpa sentuhan kasih". Malah sedih, ye kan?
Tapi memang frasa "tan lalana" ini membawa rasa bahasa Sumpah Palapa. Mahapatih Gadjah Mada bersumpah "amukti palapa" yang sering dimaknai bahwa dia tidak akan menyentuh kenikmatan dunia, sebelum berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara saat itu.
"labet" adalah sebuah kata Jawa Kuno/Kawi yang bermakna "labuh" dalam Bahasa Jawa maupun Bahasa Indonesia. Labuh itu bersauh, melemparkan jangkar. Dalam konteks ini, "labet" itu "actively setting something in motion, committing oneself to it, or being deeply involved" atau "secara sadar mendedikasikan diri" seringkali untuk sebuah tujuan mulia tertentu, salah satunya: persatuan bangsa (tunggal bangsa).
Jadi gaes, "tan lalana labet tunggal bangsa" itu "tidak goyah mendedikasikan diri untuk persatuan bangsa".