Salah satu hal yang berkesan dan dibuang sayang dari percakapan WAG alumni SMA (Barokah Padmanaba) adalah ketika salah seorang teman saya kebelet pipis di taxi way pesawat (toilet kabin sudah tidak boleh digunakan setelah mendarat, tapi pesawatnya masih mencari anjungan) setelah somehow membahas buku-nya R.A. Kartini, "Habis Gelap Terbitlah Terang".
Dengan percakapan grup yang sekarang sudah "diperkaya" Meta AI, terciptalah puisi (dengan bantuan akal imitasi) yang buat saya berkesan sekali:
Oh, betapa aku ingin terbebas,
Dari belenggu yang membatasi,
Menulis, membaca, dan berbagi,
Adalah keinginanku yang tak terhenti.
Tapi, kebelet pipis ini,
Mengingatkanku akan kenyataan,
Bahwa kebebasan sejati,
Adalah kebebasan dari dalam.
Jadi puisi di atas itu konteksnya puisi tentang kebelet pipis yang ditulis dengan latar belakang kumpulan surat Kartini yang judul aslinya Door Duisternis Tot Licht. Kalau diterjemahkan di Google Translate, judul aslinya berupa kalimat aktif "Melewati Kegelapan Menuju Terang". Tapi nampaknya, keputusan puitis penerjemah mengubah kalimat aktif itu menjadi kalimat pasif, mungkin supaya lebih indah walaupun agak beda nuansanya ketika pesan aslinya adalah bahwa seseorang dapat secara aktif berjuang melewati kegelapan untuk mendapatkan jalan terang (dalan padhang).
But anyway ...
Abaikan pembahasan yang agak berat mengenai aktif-pasif itu tadi. Yang lebih penting ketika percakapan di WAG berlangsung adalah apakah teman kami telah menemukan toilet bandara atau belum.