Ronda di RT saya itu sebenernya bukan tentang menjaga keamanan lingkungan. Ya itu termasuk salah satu faktor juga, tapi yang lebih utama itu (kata Pak RT) adalah untuk menjaga sesrawungan alias kerukunan warga. “Kalau ada yang teriak tulung tulung ya paling enggak ada yang mendengar Mas, tapi intinya ya srawung,” begitu kata Pak RT ketika menjelaskan job description ronda kepada saya.
Ronda di RT saya biasanya dimulai jam 10 malam. Saya sendiri biasanya pamit pulang kalau sudah jam 1 pagi, ketika ayam-ayam di belakang cakruk berkokok (seriusan itu ayam punya jam tangan apa ya, kok kalau berkokok pas gitu jam 1 pagi). Namun umumnya, peronda-peronda itu bubar dan kembali ke rumah masing-masing setelah jam 2 pagi. Tapi ya tergantung situasi dan kondisi juga sih, pernah juga jam 12 sudah pada bubar.
Jadilah ronda sebuah rutinitas mingguan saya. Setiap malam Sabtu saya macak ronda. Pakai sarung yang sudah mbladhus, jaket hitam, dan tidak lupa bawa masker dan HP. Cakruknya kebetulan hanya sekitar 50 meter saja dari rumah saya, jadi saya hanya jalan kaki. Peronda lain yang rumahnya agak jauh biasanya berangkat ronda pakai sepeda atau sepeda motor. Sembari berangkat ronda, mereka menutupi portal jalan-jalan kecil sehingga hanya ada satu jalan utama saja yang menjadi akses keluar masuk lingkungan RT di atas jam 10 malam.
Sesampai di cakruk, biasanya saya menggelar tikar di seberang cakruk di pelataran toko kelontong kecil milik Pak Jami. Tapi kalau belum ada yang datang ya saya mampir sebentar ke angkringan Mas Dwi di dekat cakruk sambil menunggu peronda lain yang datang. Sambil nunggu orang datang, saya biasanya main HP saja (itu fungsinya bawa HP, biar nggak bengong). Tapi kalau orang-orang sudah ngumpul, HP saya masukkan kantong jaket dan saya menyimak obrolan dan perilaku rekan-rekan peronda. Kurang lebih tiga jam setiap minggunya.
Dalam kacamata saya, ronda itu salah satu wujud social learning. Bukan. Social learning itu bukan belajar bersosialisasi dengan orang lain. Social learning itu proses belajar yang terjadi dalam konteks pergaulan sosial. Walaupun sebenarnya, istilah social learning itu redundan. Secara, belajar (learning) itu sendiri tidak bisa hadir di ruang hampa. Secara alamiah belajar itu sifatnya sosial. Selalu ada konteks lingkungan dalam proses belajar.
Saking menariknya proses social learning dalam ronda, saya memutuskan untuk membuat beberapa catatan dari hal-hal menarik yang saya amati dan saya simak selama saya mengikuti ronda. Mulai dari gaple sampai HT. Mulai dari lelayu sampai TV baru.
Cheers,
No comments:
Post a Comment