Di dalam Bahasa Indonesia, kata "guru" memiliki berbagai padanan kata dan makna. Pengajar, pendidik, instruktur, orang yang digugu dan ditiru, mentor adalah beberapa contoh makna "guru" yang kita pahami selama ini. Namun secara etimologis, kata "guru" itu kata serapan dari bahasa Sanskrit "गुरु" (guru). Dalam bahasa Sanskrit, kata itu memiliki dua makna. Jika dia adalah kata benda, maka "guru" bermakna "seseorang yang dihormati" atau lebih literal lagi "guru" bermakna "darkness destroyer, seseorang yang menghancurkan kegelapan".
Yang menarik mungkin, kata "guru" memiliki cognate alias keterhubungan makna dengan kata Latin "gravis". Tentu saja, karena dalam bahasa Sanskrit, makna kedua dari kata "guru" adalah jika dia merupakan kata sifat maka "guru" berarti "heavy, berat".
Menarik ya?
Jika "guru" adalah kata benda, maka dia adalah penghancur kegelapan. Jika "guru" adalah kata sifat, maka dia itu berat.
Ingat istilah "gaya gravitasi"? Gravitasi itu memiliki akar kata Latin "gravis", berat. Gaya gravitasi adalah gaya yang ada karena interaksi dua benda yang memiliki massa (berat).
Di titik inilah kemudian insting gathuk mathuk (mencocok-cocokkan) saya bekerja.
Guru eksis karena adanya interaksi dua manusia. Tidak akan ada guru jika tidak ada murid.
Saya percaya, belajar itu sosial. Ketika kita merayakan Hari Guru, dimana secara kultural kita memang selayaknya berterimakasih kepada semua guru yang telah membawa kita dari kegelapan menuju cahaya pengetahuan, secara implisit sebenarnya kita juga merayakan eksistensi kita sebagai murid, sebagai seseorang yang memiliki kehendak terhadap ilmu. Toh, guru dan murid itu dua entitas yang tak terpisahkan oleh "gaya gravitasi".
Selamat Hari Guru 2021!
1 comment:
Uraian pemahaman yang bermanfaat 👌
Post a Comment