*gambar diambil dari sini.
Kebetulan pas Natalan kemarin, sodara-sodara dari Bandung datang ke Jogja. Teh Ida sekeluarga bawa rombongan anak-anak kecil (paling gede anaknya baru SMP). Tanggal 25 pagi mereka nyampe Jogja setelah bermobil semalaman dari Bandung. Trus siangnya saya mengantar mereka jalan-jalan ke nol kota. Tadinya sih sodara-sodara minta ke Kraton. Tapi, berhubung sudah jam 2, Kraton sudah tutup. Ya sudah lah, saya alihkan destinasi wisata ke Taman Pintar.
Taman Pintar crowded seperti biasa. Tapi pas masuk gedung oval saya baru menyadari kalau kunjungan wisata pas liburan emang penuh banget. Dan karena sangat padat ... ditambah dengan format Taman Pintar yang seperti itu (seperti apa coba, nggak enak bilangnya), tujuan menjadikan Taman Pintar sebagai wahana pembelajaran tampaknya kurang begitu kena.
Pembelajaran adalah serangkaian aktifitas yang memungkinkan terjadinya "belajar". Dalam gerbong kereta pembelajaran, terdapat pola yang harus dilalui yang identik dengan pola sistem secara umum: input-proses-output ataupun pendahuluan-isi-penutup. Dalam bagian pendahuluan pada kegiatan pembelajaran, komponen utamanya adalah the declaration of learning objectives: mau belajar apa kita kali ini. Bagian isi bermacam-macam bentuknya, yang jelas rangkaian isi adalah rangkaian gerbong menuju pencapaian tujuan belajar. Dan yang paling sering dilupakan adalah bagian penutup: penilaian hasil belajar. Tanpa penilaian hasil belajar, kita tidak pernah tahu apakah tujuan belajar tadi tercapai atau belum.
Di atas tadi saya bilang, Taman Pintar sebagai wahana pembelajaran belum mencapai sasarannya. Sodara saya yang juga berkecimpung dalam dunia pendidikan malah sempat nyeletuk: "kok cuma kaya' kebun binatang ya?" Saya juga mengamati dan mengalami, jalan-jalan di Gedung Oval sampai naik ke Lantai 3 Gedung Kotak jadinya ya cuma "oh ini begini, oh itu begitu". Belajar dalam arti luas sih iya, tapi itu bukan pembelajaran.
Disamping itu, karena ingin menyajikan segala sesuatu yang terkait dengan informasi ensiklopedik alam semesta (yang tak terbatas), di Taman Pintar tersedia potongan-potongan informasi mengenai buaaanyaaaakkk hal. Dan buat saya, yang terjadi malah overload informasi. Belum lagi, berjalan kaki selama satu jam lebih sambil dijejali ribuan informasi tentunya bukan sesuatu yang cukup menyenangkan.
Wahana yang ada juga kadang malah membuat rancu. Contoh: wahana simulasi gempa bumi. Well, dengan maksud baik untuk memberikan pengalaman merasakan gempa ... yang terjadi malah sebaliknya ... wahana simulasi gempa bumi secara tidak langsung malah mengajarkan pengguna untuk "menikmati" goyangan gempa. Padahal kita tahu, kalo' terjadi gempa setidaknya kita berlindung di tempat aman seperti di bawah meja (bener nggak ya?). Sepintas saya agak geli melihat wahana itu soalnya malah seperti wahana simulasi naik andong ... .
Tapi saya juga menyadari, di sisi lain pengunjung yang datang juga memang tidak punya motivasi untuk belajar, tampaknya motivasinya memang cuma untuk melihat-lihat. Jadi ... ya sudah klop-lah. Pengunjungnya nggak sadar belajar, wahananya ya sekedar display informasi ensiklopedik.
Saya merindukan wahana seperti yang diceritakan oleh kakak ipar saya di Jepang. Wahananya tematik, materinya fokus dan mendalam, terdapat alur pembelajaran, ada buklet panduan, ada penilaian hasil belajar berupa pemberian stempel di akhir perjalanan wahana tersebut. Wah, kayaknya seru banget tuh.
Taman Pintar yang sudah penuh dengan wahana itu mungkin bisa dikelola dengan memberikan highlight pada wahana tematik tertentu untuk rentang bulan tertentu. Dengan modal wahana yang ada di Taman Pintar sekarang, saya rasa sangat mungkin membuat program wahana tematik dinamis.
Thursday, December 30, 2010
Liburan Natal ke Taman Pintar
Wednesday, December 29, 2010
Nana dan Puzzle
Beberapa waktu lalu, Nana ikut Tante Dyda ke Mirota Jakal KM 6.5. Pulangnya Nana bawa Puzzle gambar Strawberry Shortcake. Kata Tante Dyda, Nana sendiri yang pilih. Nggak berapa lama Nana minta saya menemaninya main Puzzle.
Yang pengen saya ceritakan adalah proses belajar Nana memainkan puzzle itu. Tadinya Nana belum bisa mencocokkan kepingan-kepingan puzzle. 2-3 kali saya memberikan contoh dan menamai tiap kepingan puzzle dengan objek yang terlihat pada kepingan tersebut. Dalam memasangkan tiap kepingan puzzle, saya berusaha membuat keterkaitan antara gambar yang ada pada kepingan puzzle dengan gambar yang ada pada frame puzzle.
Dalam 2-3 kali kesempatan itu Nana secara aktif bertanya, "ini dimana ini?" sambil mengambil kepingan puzzle secara acak. Awalnya saya langsung menunjukkan dimana letak kepingan yang dia ambil. Namun kemudian saya sadar, saat itu adalah saat yang tepat mempraktekkan apa yang sudah saya pelajari di bangku kuliah. Pada kesempatan berikutnya, sebelum saya memberikan jawaban mengenai letak kepingan yang Nana ambil, saya melontarkan pertanyaan Sokratik "hmm, yang gambar bunga ini kira-kira deket sama gambar apa ya?" atau "wah, strawberry besar ini letaknya di pojokan bukan ya?" Tentu Nana tidak langsung dapat menjawabnya. Ketika dia terhambat, saya menunjukkan letaknya. Ketika dia dapat menunjukkan letaknya namun sudut kepingan puzzlenya tidak berada pada posisi yang tepat, saya memutar kepingan tersebut. Ini kurang lebih disebut scaffolding oleh Vygotsky.
Pada kesempatan keempat, Nana mulai berani mencoba sendiri. Saatnya saya melakukan sesi "latihan" untuk Nana. Saya menutupi wajah dengan bantal. Ketika Nana bertanya, saya diam saja. Nana kemudian terdengar kluthak-kluthik mengutak-atik puzzle-nya. Saya bertanya, "sudah belum??" seperti ketika main petak umpet.
Ketika Nana selesai dengan sebuah kepingan, dia memanggil "Bapak!!" Dan saya membuka bantal saya serta memberi selamat jika Nana meletakkan kepingan di tempat yang tepat dan memberi pujian atas usahanya sekaligus mengoreksi jika Nana melakukan kesalahan.
Ritual itu berlangsung sampai seluruh kepingan puzzle tersusun sempurna. Kemudian Nana minta untuk bermain lagi dari awal sampai 3-4 kali. Kami melakukan hal ini kurang lebih 20 menit. Tiba-tiba Tante Wiwit datang ... .
Saatnya evaluasi! (dalam benak saya)
Dan benar saja, Nana ingin memperlihatkan keterampilan baru yang dia dapatkan ke tantenya. Dalam kesempatan evaluasi pertama itu, dari 12 kepingan puzzle, saya membantu untuk 3 kepingan puzzle yang diletakkan di tempat yang kurang pas. Ini namanya evaluasi formatif. 75 untuk Nana! Buat saya, proses belajar yang kurang lebih 30 menit itu berjalan baik.
Tentunya Nana tidak puas hanya "memamerkan" kemampuannya menata puzzle pada Tante Wiwit. Nana lalu mencari tante dan mbak yang lain, bahkan eyang-eyangnya. Semakin dia memainkannya, semakin sedikit tingkat kesalahan yang dilakukan. Dan saya rasa tidak sampai 3 hari, Nana sudah mahir menata puzzle Strawberry Shortcake-nya. Namun tampaknya untuk menata puzzle yang lain Nana masih butuh belajar lagi.
Yang pengen saya ceritakan adalah proses belajar Nana memainkan puzzle itu. Tadinya Nana belum bisa mencocokkan kepingan-kepingan puzzle. 2-3 kali saya memberikan contoh dan menamai tiap kepingan puzzle dengan objek yang terlihat pada kepingan tersebut. Dalam memasangkan tiap kepingan puzzle, saya berusaha membuat keterkaitan antara gambar yang ada pada kepingan puzzle dengan gambar yang ada pada frame puzzle.
Dalam 2-3 kali kesempatan itu Nana secara aktif bertanya, "ini dimana ini?" sambil mengambil kepingan puzzle secara acak. Awalnya saya langsung menunjukkan dimana letak kepingan yang dia ambil. Namun kemudian saya sadar, saat itu adalah saat yang tepat mempraktekkan apa yang sudah saya pelajari di bangku kuliah. Pada kesempatan berikutnya, sebelum saya memberikan jawaban mengenai letak kepingan yang Nana ambil, saya melontarkan pertanyaan Sokratik "hmm, yang gambar bunga ini kira-kira deket sama gambar apa ya?" atau "wah, strawberry besar ini letaknya di pojokan bukan ya?" Tentu Nana tidak langsung dapat menjawabnya. Ketika dia terhambat, saya menunjukkan letaknya. Ketika dia dapat menunjukkan letaknya namun sudut kepingan puzzlenya tidak berada pada posisi yang tepat, saya memutar kepingan tersebut. Ini kurang lebih disebut scaffolding oleh Vygotsky.
Pada kesempatan keempat, Nana mulai berani mencoba sendiri. Saatnya saya melakukan sesi "latihan" untuk Nana. Saya menutupi wajah dengan bantal. Ketika Nana bertanya, saya diam saja. Nana kemudian terdengar kluthak-kluthik mengutak-atik puzzle-nya. Saya bertanya, "sudah belum??" seperti ketika main petak umpet.
Ketika Nana selesai dengan sebuah kepingan, dia memanggil "Bapak!!" Dan saya membuka bantal saya serta memberi selamat jika Nana meletakkan kepingan di tempat yang tepat dan memberi pujian atas usahanya sekaligus mengoreksi jika Nana melakukan kesalahan.
Ritual itu berlangsung sampai seluruh kepingan puzzle tersusun sempurna. Kemudian Nana minta untuk bermain lagi dari awal sampai 3-4 kali. Kami melakukan hal ini kurang lebih 20 menit. Tiba-tiba Tante Wiwit datang ... .
Saatnya evaluasi! (dalam benak saya)
Dan benar saja, Nana ingin memperlihatkan keterampilan baru yang dia dapatkan ke tantenya. Dalam kesempatan evaluasi pertama itu, dari 12 kepingan puzzle, saya membantu untuk 3 kepingan puzzle yang diletakkan di tempat yang kurang pas. Ini namanya evaluasi formatif. 75 untuk Nana! Buat saya, proses belajar yang kurang lebih 30 menit itu berjalan baik.
Tentunya Nana tidak puas hanya "memamerkan" kemampuannya menata puzzle pada Tante Wiwit. Nana lalu mencari tante dan mbak yang lain, bahkan eyang-eyangnya. Semakin dia memainkannya, semakin sedikit tingkat kesalahan yang dilakukan. Dan saya rasa tidak sampai 3 hari, Nana sudah mahir menata puzzle Strawberry Shortcake-nya. Namun tampaknya untuk menata puzzle yang lain Nana masih butuh belajar lagi.
Monday, December 27, 2010
Nana dan Kamera
Umur 2 tahun 9 bulan .. Nana mulai pinter pakai kamera. Walopun ya masih random dan candid, tapi lumayanlah Nana udah bisa nyari objek. Dia motret kelinci, bapaknya, ibuknya, pohon, macem-macem.
Kupikir, ini fenomena anak di dunia digital. Sejak bayi mereka liat bapak ibuk-nya pegang HP, kamera digital yang ringan, laptop, remote TV .. macam-macam. Dan Bapak-Ibuk jaman sekarang (terutama kami) tidak terlalu khawatir barang-barang itu cepat rusak kalo dipencet-pencet sama anak (asal nggak dibanting aja). Hasilnya, anak jadi familiar dengan alat-alat digital dan fenomena anak usia 2 tahun bisa mengoperasikan kamera jadi jamak.
Pada titik ini, kemahiran mengoperasikan teknologi sudah bukan lagi jadi pembeda "pandai-nggak pandai" disamping sekarang yang namanya "pandai-nggak pandai" itu mulai disadari cuma ilusi. Semua anak itu pandai. Kemahiran pengoperasian teknologi jadinya merupakan keterampilan yang muncul akibat kebiasaan penggunaan/menyentuh benda berteknologi.
Mahir atau enggak mengoperasikan teknologi juga dipengaruhi oleh psychological barrier. Yang saya maksud dengan tembok psikologis di sini adalah keberanian orang untuk mencoba. Kadang, kalo' ada barang baru kita agak enggan untuk mencoba karena "duh, itu barang baru .. aku belum pernah tau sebelumnya," atau "duh barang baru tuh, gimana ya cara mainnya? au' ah gelap."
Tembok psikologis di atas muncul karena sifat belajar yang memetis (mengingat). Kalo' tadinya belum pernah dikasi tau ya jadi nggak tau. Sedangkan, pembelajaran masa kini bergeser dari pola memetis ke konstruktivis dimana salah satu cirinya adalah keberanian untuk mengeksplorasi barang baru.
Jadi ... modal utama dari pemanfaatan teknologi selain ada pada infrastruktur fisik yang terus berkembang (komputer yg semakin mini dan canggih, kamera yang ada telponnya atau tivi yang ada mobilnya ... ) ada pada keterbukaan manusia untuk melakukan eksplorasi. Nah, yang ini yang perlu ditanamkan sama generasi masa depan.
Kupikir, ini fenomena anak di dunia digital. Sejak bayi mereka liat bapak ibuk-nya pegang HP, kamera digital yang ringan, laptop, remote TV .. macam-macam. Dan Bapak-Ibuk jaman sekarang (terutama kami) tidak terlalu khawatir barang-barang itu cepat rusak kalo dipencet-pencet sama anak (asal nggak dibanting aja). Hasilnya, anak jadi familiar dengan alat-alat digital dan fenomena anak usia 2 tahun bisa mengoperasikan kamera jadi jamak.
Pada titik ini, kemahiran mengoperasikan teknologi sudah bukan lagi jadi pembeda "pandai-nggak pandai" disamping sekarang yang namanya "pandai-nggak pandai" itu mulai disadari cuma ilusi. Semua anak itu pandai. Kemahiran pengoperasian teknologi jadinya merupakan keterampilan yang muncul akibat kebiasaan penggunaan/menyentuh benda berteknologi.
Mahir atau enggak mengoperasikan teknologi juga dipengaruhi oleh psychological barrier. Yang saya maksud dengan tembok psikologis di sini adalah keberanian orang untuk mencoba. Kadang, kalo' ada barang baru kita agak enggan untuk mencoba karena "duh, itu barang baru .. aku belum pernah tau sebelumnya," atau "duh barang baru tuh, gimana ya cara mainnya? au' ah gelap."
Tembok psikologis di atas muncul karena sifat belajar yang memetis (mengingat). Kalo' tadinya belum pernah dikasi tau ya jadi nggak tau. Sedangkan, pembelajaran masa kini bergeser dari pola memetis ke konstruktivis dimana salah satu cirinya adalah keberanian untuk mengeksplorasi barang baru.
Jadi ... modal utama dari pemanfaatan teknologi selain ada pada infrastruktur fisik yang terus berkembang (komputer yg semakin mini dan canggih, kamera yang ada telponnya atau tivi yang ada mobilnya ... ) ada pada keterbukaan manusia untuk melakukan eksplorasi. Nah, yang ini yang perlu ditanamkan sama generasi masa depan.
Friday, December 24, 2010
Friday, December 17, 2010
Euforia Indonesia
Liat timnas maen semalem lawan Filipina, saya berasa deg-degan campur aduk. Kalo' ntar kalah trus penontonnya rusuh gimana? Alhamdulillah menang walopun cuma 1-0.
Meskipun menampakkan kemajuan, timnas masih memerlukan banyak pembenahan. Belum lagi kalo' bicara soal PSSI dan sistem persepakbolaan nasional.
Di sisi lain, rakyat Indonesia butuh penghiburan. Kemenangan timnas secara berturut-turut yang diberi musik latar "Garuda di dadaku"-nya Netral tentu memberikan pelepasan dahaga atas kebanggaan sebagai orang Indonesia. Gimana nggak haus akan kebanggaan? Lha wong tiap hari berita di media kalo' nggak kisruh politik, korupsi, ya bencana.
Ah ... saya jadi ikutan kena imbas euforia bola Indonesia. Sama seperti orang Indonesia kebanyakan ... latah ;-)
Thursday, December 16, 2010
Catatan Acak ke Tepus 16122010
Sudah dua kali dalam seminggu ini saya dan mas Ali ngelajo ke Tepus, ngurus tanah, menanam Jati de es be. Yang pertama Sabtu, tanggal 11 dan yang kedua Kamis ini tanggal 16.
Dari 800 sekian bibit, tadi kami cek di pos masih ada 3 bibit yang belum ditanam. Kebetulan hari ini di dusun Tepus sedang ada sripah, jadi para pekerja nggak masuk ngurus sripah itu.
Pas tanggal 11 kemaren, acaranya nglangsir Jati dari pinggir jalan ke pos di dalam sambil memastikan jumlahnya. Sempet juga sih, kami menanam beberapa bibit. Tapi sisanya dilanjutkan sama para pekerja. Pak Lurah sempet bilang kalo' nanem 800 bibit paling cuma butuh 1-2 hari. Tapi ternyata, berhubung medannya nggak rata (naik turun) sampai Kamis ini masih ada bibit yang kesisa.
Hari ini kami berangkat jam 5 pagi, sampai Tepus sekitar jam 7. Kami sempet muter-muter sebentar nyari Pak Lur karena ternyata beliau belum berangkat ke tegalan. Saya sempet kenalan sama Pak Tamsi, penjaga Balai Desa. OOT, balai desanya lumayan bagus.
Pas ketemu Pak Lur, kami diberitahu kalo' ada sripah di tempat Pak Dukuh. Oia, f.y.i. desa Tepus terdiri dari 20 pedukuhan. Lumayan luas. Well then, kami ke tegalan sambil nunggu keputusan pak Lur untuk urusan administrasi.
Di tegalan, kami survey untuk pelebaran gubuk untuk pos transit, memilih akasia yang akan ditebang dan mengambil sampel tanah untuk diuji kadar airnya di Lab. Kami pakai baju lengan pendek dan sandal jepit seperti halnya penduduk setempat. Tapi, naudzubillah, ternyata di tegalan nyamuknya guedhi-guedhi wal ganas. Habis sudah tangan kami digigiti nyamuk. Belum lagi, sandal kami nyaris putus karena lempung yang melekat bertambah-tambah. Pengalaman turun ke lapangan emang berharga.
Besok lagi, jelas kami mungkin bakal bawa boot dan autan!
Kira-kira jam 9 kami balik lagi ke tempat Pak Lurah ngurus administrasi. Sambil nunggu, kami sempet diceritain Pak Bambang dan Pak Lur (nama aslinya Pak Broto) soal kera-kera yang suka merampok panenan jagung. Makanya, kalo' punya taneman jagung harus ditungguin biar nggak dirampok kera ekor panjang.
Sebenernya agenda hari ini masih satu lagi: ngobrol sama Mbah Iman soal pengelolaan tegalan kami yang disono. Namun karena ada sripah, obrolan sama Mbah Iman ditunda dulu...
Well, di masyarakat Jawa social cost-nya emang tinggi. Harus bisa fleksibel. Ini yang kemudian menjadi seni dimana kita harus pandai-pandai mengatur tarik ulur antara produktifitas kerja dan menjaga budaya masyarakat.
Dari 800 sekian bibit, tadi kami cek di pos masih ada 3 bibit yang belum ditanam. Kebetulan hari ini di dusun Tepus sedang ada sripah, jadi para pekerja nggak masuk ngurus sripah itu.
Pas tanggal 11 kemaren, acaranya nglangsir Jati dari pinggir jalan ke pos di dalam sambil memastikan jumlahnya. Sempet juga sih, kami menanam beberapa bibit. Tapi sisanya dilanjutkan sama para pekerja. Pak Lurah sempet bilang kalo' nanem 800 bibit paling cuma butuh 1-2 hari. Tapi ternyata, berhubung medannya nggak rata (naik turun) sampai Kamis ini masih ada bibit yang kesisa.
Hari ini kami berangkat jam 5 pagi, sampai Tepus sekitar jam 7. Kami sempet muter-muter sebentar nyari Pak Lur karena ternyata beliau belum berangkat ke tegalan. Saya sempet kenalan sama Pak Tamsi, penjaga Balai Desa. OOT, balai desanya lumayan bagus.
Pas ketemu Pak Lur, kami diberitahu kalo' ada sripah di tempat Pak Dukuh. Oia, f.y.i. desa Tepus terdiri dari 20 pedukuhan. Lumayan luas. Well then, kami ke tegalan sambil nunggu keputusan pak Lur untuk urusan administrasi.
Di tegalan, kami survey untuk pelebaran gubuk untuk pos transit, memilih akasia yang akan ditebang dan mengambil sampel tanah untuk diuji kadar airnya di Lab. Kami pakai baju lengan pendek dan sandal jepit seperti halnya penduduk setempat. Tapi, naudzubillah, ternyata di tegalan nyamuknya guedhi-guedhi wal ganas. Habis sudah tangan kami digigiti nyamuk. Belum lagi, sandal kami nyaris putus karena lempung yang melekat bertambah-tambah. Pengalaman turun ke lapangan emang berharga.
Besok lagi, jelas kami mungkin bakal bawa boot dan autan!
Kira-kira jam 9 kami balik lagi ke tempat Pak Lurah ngurus administrasi. Sambil nunggu, kami sempet diceritain Pak Bambang dan Pak Lur (nama aslinya Pak Broto) soal kera-kera yang suka merampok panenan jagung. Makanya, kalo' punya taneman jagung harus ditungguin biar nggak dirampok kera ekor panjang.
Sebenernya agenda hari ini masih satu lagi: ngobrol sama Mbah Iman soal pengelolaan tegalan kami yang disono. Namun karena ada sripah, obrolan sama Mbah Iman ditunda dulu...
Well, di masyarakat Jawa social cost-nya emang tinggi. Harus bisa fleksibel. Ini yang kemudian menjadi seni dimana kita harus pandai-pandai mengatur tarik ulur antara produktifitas kerja dan menjaga budaya masyarakat.
Thursday, December 09, 2010
Merapi dan Pembelajaran (2)
nerusin obrolan kemaren,,,
Karena Merapi beraktifitas di daerah yang banyak penduduknya, maka selain menjadi fenomena alam erupsi gunung api, Merapi mengimbas pada fenomena sosial yang bernama tanggap bencana. Dalam kondisi tanggap bencana inilah kemudian muncul banyak pelajaran tentang hidup. Reposting mas Komo dari Harum adalah salah satu contoh dari pelajaran tentang hidup. Kisah pembelajaran yang lain tentu banyak...
Dengan adanya dialog antara fenomena alam dan manusia, muncul interpretasi terhadap fenomena alam itu sendiri dari sudut pandang humanistik dan juga membawa pada introspeksi manusia tentang hidup itu sendiri.
Itu baru bicara tentang kondisi tanggap bencana-nya, belum lagi kita bicara tentang Mbah Maridjan, atau bicara tentang potensi ekonomi yang dimuntahkan Gunung Merapi.Oleh karenanya, aku setuju banget sama piwelingnya Mbah Maridjan bahwa kita bisa belajar dari Merapi untuk menjadi Numrapi, menjadi bermanfaat untuk lingkungan di sekitar kita.
Kisah-kisah pembelajaran yang dibabar oleh Merapi yang pengen aku kasih garis tebal di sini adalah tentang bagaimana kita berusaha melihat suatu permasalahan dari sudut pandang orang lain sehingga kita mampu memahami permasalahan dengan lebih komprehensif. Misalnya kasus wafatnya Mbah Maridjan. Bagaimana stand point kita tentang hal tersebut? Menilai Mbah Maridjan kemlinthi? Atau memuji bahwa Mbah Maridjan teguh pendirian? Atau keduanya tidak ada yang mendekati benar? Dalam satu kasus ini saja, Merapi menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk mengajarkan kepada kita bahwa kita janganlah buru-buru memberi penilaian terhadap sebuah kejadian/fenomena.
Hal ini juga berlaku dalam kasus penilaian orang terhadap Merapi itu sendiri. Apakah Merapi merupakan ancaman? Apakah Merapi sedang marah karena orang Jogja mulai hilang keistimewaannya? Apakah Merapi sedang berdehem karena pembahasan RUUK Jogja berlarut-larut nggak selesai ujung pangkalnya? wah, bisa mremen kemana-mana... Yang muaranya adalah pelajaran untuk tidak tergesa-gesa memberi penilaian pada segala sesuatu.
Kalo' teman-teman pecinta PSSI sering berdoa "jauhkanlah kami dari Nurdin yang terkutuk", maka Merapi sedang mengingatkan kita untuk berdoa "jauhkanlah kami dari kegemaran membuat prasangka tak berdasar"
Karena Merapi beraktifitas di daerah yang banyak penduduknya, maka selain menjadi fenomena alam erupsi gunung api, Merapi mengimbas pada fenomena sosial yang bernama tanggap bencana. Dalam kondisi tanggap bencana inilah kemudian muncul banyak pelajaran tentang hidup. Reposting mas Komo dari Harum adalah salah satu contoh dari pelajaran tentang hidup. Kisah pembelajaran yang lain tentu banyak...
Dengan adanya dialog antara fenomena alam dan manusia, muncul interpretasi terhadap fenomena alam itu sendiri dari sudut pandang humanistik dan juga membawa pada introspeksi manusia tentang hidup itu sendiri.
Itu baru bicara tentang kondisi tanggap bencana-nya, belum lagi kita bicara tentang Mbah Maridjan, atau bicara tentang potensi ekonomi yang dimuntahkan Gunung Merapi.Oleh karenanya, aku setuju banget sama piwelingnya Mbah Maridjan bahwa kita bisa belajar dari Merapi untuk menjadi Numrapi, menjadi bermanfaat untuk lingkungan di sekitar kita.
Kisah-kisah pembelajaran yang dibabar oleh Merapi yang pengen aku kasih garis tebal di sini adalah tentang bagaimana kita berusaha melihat suatu permasalahan dari sudut pandang orang lain sehingga kita mampu memahami permasalahan dengan lebih komprehensif. Misalnya kasus wafatnya Mbah Maridjan. Bagaimana stand point kita tentang hal tersebut? Menilai Mbah Maridjan kemlinthi? Atau memuji bahwa Mbah Maridjan teguh pendirian? Atau keduanya tidak ada yang mendekati benar? Dalam satu kasus ini saja, Merapi menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk mengajarkan kepada kita bahwa kita janganlah buru-buru memberi penilaian terhadap sebuah kejadian/fenomena.
Hal ini juga berlaku dalam kasus penilaian orang terhadap Merapi itu sendiri. Apakah Merapi merupakan ancaman? Apakah Merapi sedang marah karena orang Jogja mulai hilang keistimewaannya? Apakah Merapi sedang berdehem karena pembahasan RUUK Jogja berlarut-larut nggak selesai ujung pangkalnya? wah, bisa mremen kemana-mana... Yang muaranya adalah pelajaran untuk tidak tergesa-gesa memberi penilaian pada segala sesuatu.
Kalo' teman-teman pecinta PSSI sering berdoa "jauhkanlah kami dari Nurdin yang terkutuk", maka Merapi sedang mengingatkan kita untuk berdoa "jauhkanlah kami dari kegemaran membuat prasangka tak berdasar"
Tuesday, November 30, 2010
Merapi dan Pembelajaran (1)
Well, sambil nunggu jam14. moga-moga tulisan ini bisa berlanjut ya? lha wong udah dinomeri je ...
Merapi menjadi sebuah fenomena alam yang sangat menarik untuk dipelajari dari berbagai segi, mulai dari klenik, ilmu geologi, dan sosial masyarakatnya. Saya tentu saja tidak mampu untuk menggali semuanya secara komprehensif. Tulisan ini cuma mau mencatat hal-hal kecil yang sempat terlintas selama sebulan lebih aktifitas Merapi yang meninggi di tahun 2010 ini.
Ilmu kebumian. Ya, dengan aktifitasnya yang tinggi Merapi menarik perhatian beberapa orang (termasuk saya) untuk kemabli belajar tentang ilmu kebumian. Terutama, menjawab pertanyaan bagaimana sih kok bisa ada erupsi? Oh, ternyata jebnis erupsi itu macam-macam to? Dan masih banyak segudang pertanyaan lain. Untuk menggali ilmu bumi ini lebih dalam lagi, beruntung sekali Indonesia punya Pakdhe Rovicky yang dengan senang hati mendongeng untuk kita.
Nah, dari ilmu kebumian yang nyains ini, Sabrang (which is well known as Noe Letto) mengungkapkan pendapatnya pas Maiyah 17 November 2010. Menurut Sabrang, ilmu alam didekati secara humanistik oleh orang Jawa. Sebagai contoh, melalui ilmu titen, orang Jawa memberi nama untuk tipe petir. Kalo' bunyinya "gludhuk-gludhuk jedherr" misalnya, orang Jawa mengatakan "woh, iki Kyai Sengkelat". Kalo' bunyinya lain lagi, misalnya ... "clapp bledhuaarrr" orang Jawa mungkin punya nama lain lagi. Tidak jauh beda dimana orang barat menamai Nukleus untuk inti atom dan Dendrit untuk serabut otak. Pendekatan personifikatif dalam menjelaskan fenomena alam ini juga cukup menarik ditinjau dari segi pembelajaran. Dengan menamai fenomena alam menggunakan nama orang (person) manusia jadi merasa lebih dekat dengan alam karena kita "mengenal"-nya sebagai sesama makhluk Tuhan.
Kembali ke Merapi ...
Saya pribadi menduga-duga kalo' Nyai Roro Kidul itu sebenarnya nama dari aktifitas subduksi lempeng Indoaustralia yang ketemu sama lempeng Eurasia. Kalo' Merapi sedang tinggi aktifitasnya, konon Kraton Merapi sedang bersih-bersih karena Nyai Roro Kidul punya "gawe". Apa itu perhelatannya Nyai Roro Kidul? Kalo' kita baca penjelasannya Pakdhe Rovicky, aktifitas gunung berapi diakibatkan oleh aktifitas lempeng yang mengirimkan magma ke atas. Jadi perhelatan Nyai Roro Kidul tidak lain dan tidak bukan adalah aktifitas subduksi itu tadi... .
Dugaan yang lain, yang namanya Kyai Sapujagad yang menjaga Merapi adalah aktifitas semburan piroklastik. Beberapa orang menyebutnya "wedhus gembel". Sedangkan Mbah Petruk yang konon katanya bertugas memperingatkan akan adanya bahaya menurut dugaan saya adalah endapan-endapan lahar di seputaran Merapi, well... siapa tahu dengan memetakan endapan lahar Merapi manusia dapat melakukan forecast bahaya Merapi.
Meskipun ilmuwan belum dapat menjelaskan antara kejadian gempa tektonik dengan aktifitas gunung berapi, tetapi telah diketahui bersama bahwa kedua fenomena alam tersebut berhubungan dengan aktifitas lempeng-lempeng bumi. Dan orang jawa mempersonifikasikannya dalam wujud Nyai Roro Kidul, Kyai Sapujagad dan Mbah Petruk.
well, IMHO.
Merapi menjadi sebuah fenomena alam yang sangat menarik untuk dipelajari dari berbagai segi, mulai dari klenik, ilmu geologi, dan sosial masyarakatnya. Saya tentu saja tidak mampu untuk menggali semuanya secara komprehensif. Tulisan ini cuma mau mencatat hal-hal kecil yang sempat terlintas selama sebulan lebih aktifitas Merapi yang meninggi di tahun 2010 ini.
Ilmu kebumian. Ya, dengan aktifitasnya yang tinggi Merapi menarik perhatian beberapa orang (termasuk saya) untuk kemabli belajar tentang ilmu kebumian. Terutama, menjawab pertanyaan bagaimana sih kok bisa ada erupsi? Oh, ternyata jebnis erupsi itu macam-macam to? Dan masih banyak segudang pertanyaan lain. Untuk menggali ilmu bumi ini lebih dalam lagi, beruntung sekali Indonesia punya Pakdhe Rovicky yang dengan senang hati mendongeng untuk kita.
Nah, dari ilmu kebumian yang nyains ini, Sabrang (which is well known as Noe Letto) mengungkapkan pendapatnya pas Maiyah 17 November 2010. Menurut Sabrang, ilmu alam didekati secara humanistik oleh orang Jawa. Sebagai contoh, melalui ilmu titen, orang Jawa memberi nama untuk tipe petir. Kalo' bunyinya "gludhuk-gludhuk jedherr" misalnya, orang Jawa mengatakan "woh, iki Kyai Sengkelat". Kalo' bunyinya lain lagi, misalnya ... "clapp bledhuaarrr" orang Jawa mungkin punya nama lain lagi. Tidak jauh beda dimana orang barat menamai Nukleus untuk inti atom dan Dendrit untuk serabut otak. Pendekatan personifikatif dalam menjelaskan fenomena alam ini juga cukup menarik ditinjau dari segi pembelajaran. Dengan menamai fenomena alam menggunakan nama orang (person) manusia jadi merasa lebih dekat dengan alam karena kita "mengenal"-nya sebagai sesama makhluk Tuhan.
Kembali ke Merapi ...
Saya pribadi menduga-duga kalo' Nyai Roro Kidul itu sebenarnya nama dari aktifitas subduksi lempeng Indoaustralia yang ketemu sama lempeng Eurasia. Kalo' Merapi sedang tinggi aktifitasnya, konon Kraton Merapi sedang bersih-bersih karena Nyai Roro Kidul punya "gawe". Apa itu perhelatannya Nyai Roro Kidul? Kalo' kita baca penjelasannya Pakdhe Rovicky, aktifitas gunung berapi diakibatkan oleh aktifitas lempeng yang mengirimkan magma ke atas. Jadi perhelatan Nyai Roro Kidul tidak lain dan tidak bukan adalah aktifitas subduksi itu tadi... .
Dugaan yang lain, yang namanya Kyai Sapujagad yang menjaga Merapi adalah aktifitas semburan piroklastik. Beberapa orang menyebutnya "wedhus gembel". Sedangkan Mbah Petruk yang konon katanya bertugas memperingatkan akan adanya bahaya menurut dugaan saya adalah endapan-endapan lahar di seputaran Merapi, well... siapa tahu dengan memetakan endapan lahar Merapi manusia dapat melakukan forecast bahaya Merapi.
Meskipun ilmuwan belum dapat menjelaskan antara kejadian gempa tektonik dengan aktifitas gunung berapi, tetapi telah diketahui bersama bahwa kedua fenomena alam tersebut berhubungan dengan aktifitas lempeng-lempeng bumi. Dan orang jawa mempersonifikasikannya dalam wujud Nyai Roro Kidul, Kyai Sapujagad dan Mbah Petruk.
well, IMHO.
Monday, November 15, 2010
Susi
Kalo' ada waktu senggang di minggu pagi, Nana kadang minta naik delman di seputaran UGM. Lumayanlah, 10ribu sekali putar kompleks Bulaksumur. Salah satu kuda yang narik delman namanya Susi.
Kusir delman yang punya Susi tadi pagi berbagi cerita tentang kejadian awan panas yang menerjang Argomulyo Cangkringan, sembari mengendali kuda yang laju jalannya.
"saya ada teman yang rumahnya keterjang awan panas mas, alhamdulillah dia selamet."
"ho ya Pak? gimana ceritanya bisa selamat?"
"teman saya itu pas malem kejadian itu mas, lihat ada bebek putih terbang berkeliling di atas dusunnya."
saya diam mendengarkan.
"katanya sih bebek putih itu memperingatkan warga untuk sumingkir, ha trus dia langsung berkemas, surat-surat penting dan beberapa baju masuk tas. dia sekeluarga langsung pergi malem-malem menjelang dini hari itu mas."
saya terus mendengarkan.
"teman saya itu terus berusaha menghubungi adiknya untuk memperingatkan. tapi terlambat, awan panasnya keburu datang. adiknya jadi korban."
saya menghela nafas. percaya nggak percaya. Susi berhenti di pos-nya, merumput. Dan saya bersama Nana pulang, masih dalam keadaan percaya tidak percaya.
Kusir delman yang punya Susi tadi pagi berbagi cerita tentang kejadian awan panas yang menerjang Argomulyo Cangkringan, sembari mengendali kuda yang laju jalannya.
"saya ada teman yang rumahnya keterjang awan panas mas, alhamdulillah dia selamet."
"ho ya Pak? gimana ceritanya bisa selamat?"
"teman saya itu pas malem kejadian itu mas, lihat ada bebek putih terbang berkeliling di atas dusunnya."
saya diam mendengarkan.
"katanya sih bebek putih itu memperingatkan warga untuk sumingkir, ha trus dia langsung berkemas, surat-surat penting dan beberapa baju masuk tas. dia sekeluarga langsung pergi malem-malem menjelang dini hari itu mas."
saya terus mendengarkan.
"teman saya itu terus berusaha menghubungi adiknya untuk memperingatkan. tapi terlambat, awan panasnya keburu datang. adiknya jadi korban."
saya menghela nafas. percaya nggak percaya. Susi berhenti di pos-nya, merumput. Dan saya bersama Nana pulang, masih dalam keadaan percaya tidak percaya.
Tuesday, November 09, 2010
Ndong
believe it or not, aku nggak ngeh blas pas SMP belajar Geografi dan mendapatkan informasi kalo Indonesia dilewati jalur patahan, atau berada pada pertemuan lempeng Eurasia-Indoaustralia-Pasifik. Baru setelah terjadi banyak bencana, mulai dari Tsunami Aceh 2004, Gempa Jogja 2006, Gempa Padang 2009, sampai Tsunami Mentawai dan Erupsi Merapi 2010, barulah aku ngeh .. jadi itu to kenapa aku dulu harus tau kalo' Indonesia berada pada pertemuan lempeng benua. Tentu saja supaya aku jadi lebih waspada, tanggap terhadap fenomena alam berpotensi bencana.
Ya, aku lebih suka bilang FENOMENA ALAM BERPOTENSI BENCANA. Bencana itu terjadi ketika ada kesenjangan/gap yang besar antara fenomena alam berpotensi bencana dan kesiapan manusia. Memang, dalam kacamata yang lain (Agama) fenomena alam berpotensi bencana itu tidak semata-mata terjadi secara natural. Tentu di dalam setiap kejadian terdapat campur tangan Tuhan. Yang perlu diingat, Tuhan juga menganugerahkan kepada kita akal budi sehingga dapat menjadi khalifah di bumi.
Kembali ke frekuensi... akibat tidak dhong-nya diriku pas SMP tentang pentingnya memahami bahwa kita ada di pertemuan lempeng benua, informasi tentang pertemuan para lempeng benua itu ya jadi informasi ensiklopedik semata. Nggak ada tindak lanjutnya... Baru sekarang aku bisa mikir:
Ha njuk tentu saja, semua elemen masyarakat perlu mulai melakukan aksi nyata untuk menyiapkan diri mengantisipasi fenomena alam berpotensi bencana seperti:
1. kalo' rumahnya dipinggir pantai ya mungkin perlu meng-engineering rumah yang streamline atau bisa mengapung sehingga kalo' kena tsunami slamet.
2. nanemin Bakau banyak-banyak untuk benteng tsunami.
3. kalo' mbangun rumah ya rumah yang tahan gempa.
4. bikin sistem tanggap bencana berbasis komunitas.
5. ngasi pengertian ke anak-anak gimana caranya mengatasi situasi kebencanaan.
dan masih banyak lagi yg aku belum kepikiran...
Moga-moga yang lain tidak lebih ndong dari aku.
Ya, aku lebih suka bilang FENOMENA ALAM BERPOTENSI BENCANA. Bencana itu terjadi ketika ada kesenjangan/gap yang besar antara fenomena alam berpotensi bencana dan kesiapan manusia. Memang, dalam kacamata yang lain (Agama) fenomena alam berpotensi bencana itu tidak semata-mata terjadi secara natural. Tentu di dalam setiap kejadian terdapat campur tangan Tuhan. Yang perlu diingat, Tuhan juga menganugerahkan kepada kita akal budi sehingga dapat menjadi khalifah di bumi.
Kembali ke frekuensi... akibat tidak dhong-nya diriku pas SMP tentang pentingnya memahami bahwa kita ada di pertemuan lempeng benua, informasi tentang pertemuan para lempeng benua itu ya jadi informasi ensiklopedik semata. Nggak ada tindak lanjutnya... Baru sekarang aku bisa mikir:
"Oh, kalo' gitu semua masyarakat Indonesia perlu siap terhadap segala bentuk fenomena alam yang berpotensi bencana, terutama yang berada pada daerah rawan seperti jalur Sumatra-Jawa-Bali-Nusa Tenggara-Timor dan area Kepulauan Maluku-Papua."
Ha njuk tentu saja, semua elemen masyarakat perlu mulai melakukan aksi nyata untuk menyiapkan diri mengantisipasi fenomena alam berpotensi bencana seperti:
1. kalo' rumahnya dipinggir pantai ya mungkin perlu meng-engineering rumah yang streamline atau bisa mengapung sehingga kalo' kena tsunami slamet.
2. nanemin Bakau banyak-banyak untuk benteng tsunami.
3. kalo' mbangun rumah ya rumah yang tahan gempa.
4. bikin sistem tanggap bencana berbasis komunitas.
5. ngasi pengertian ke anak-anak gimana caranya mengatasi situasi kebencanaan.
dan masih banyak lagi yg aku belum kepikiran...
Moga-moga yang lain tidak lebih ndong dari aku.
Sunday, October 03, 2010
Monday, September 27, 2010
Sastrajendra
I walked, I ran, I jumped, I flew,
Right off the ground to float to you
There's no gravity to hold me down, for real
...
Barusan ngikutin kultwit Sujiwo Tejo soal Sastrajendra dan tau tau mak jlebb kena banget. Nggak tau kenapa, rasanya jadi punya perspektif baru gitu.
Sastrajendra secara singkat adalah sebuah ilmu sejati dalam epik Ramayana yang melatarbelakangi terlahirnya Rahwana. Kalo' yang nggak siap soal perj*nc*kan, mending gak usah nyari kultwit yang ini (malah penasaran mesthi). Walopun dimulai dengan bumbu-bumbu yang menurut orang tabu, Sujiwo Tejo mengakhiri kultwit itu dengan sangat dalam.
Sempat disinggung tentang manunggaling kawulo gusti versi Siti Jenar. Tapi aku kok punya perspektif lain. Kebetulan dua komik jepang yang aku ikutin (Naruto & Bleach) pernah punya fragmen yang bikin aku menginferensikan Sastrajendra dengan adegan-adegan dalam fragmen itu.
Intinya adalah tentang pemurnian melalui penerimaan total.
Sujiwo Tejo memberikan contoh bahwa peperangan melawan kejahatan yang dilandasi dendam tidak akan berakhir baik. Memerangi korupsi misalnya, tidak seharusnya dilandasi atas kebencian terhadap korupsi. Piye jal? Jero tenan pokoke.
Mana pas baca Sastrajendra ini backsound-nya "No Air"-nya Chris Brown feat. Jordin Sparks. Komplit dah.
...
But somehow I'm still alive inside
You took my breath but I survived
I don't know how but I don' even care
P.S.: postingnya sengaja dibuat ngambang.
Right off the ground to float to you
There's no gravity to hold me down, for real
...
Barusan ngikutin kultwit Sujiwo Tejo soal Sastrajendra dan tau tau mak jlebb kena banget. Nggak tau kenapa, rasanya jadi punya perspektif baru gitu.
Sastrajendra secara singkat adalah sebuah ilmu sejati dalam epik Ramayana yang melatarbelakangi terlahirnya Rahwana. Kalo' yang nggak siap soal perj*nc*kan, mending gak usah nyari kultwit yang ini (malah penasaran mesthi). Walopun dimulai dengan bumbu-bumbu yang menurut orang tabu, Sujiwo Tejo mengakhiri kultwit itu dengan sangat dalam.
Sempat disinggung tentang manunggaling kawulo gusti versi Siti Jenar. Tapi aku kok punya perspektif lain. Kebetulan dua komik jepang yang aku ikutin (Naruto & Bleach) pernah punya fragmen yang bikin aku menginferensikan Sastrajendra dengan adegan-adegan dalam fragmen itu.
Intinya adalah tentang pemurnian melalui penerimaan total.
Sujiwo Tejo memberikan contoh bahwa peperangan melawan kejahatan yang dilandasi dendam tidak akan berakhir baik. Memerangi korupsi misalnya, tidak seharusnya dilandasi atas kebencian terhadap korupsi. Piye jal? Jero tenan pokoke.
Mana pas baca Sastrajendra ini backsound-nya "No Air"-nya Chris Brown feat. Jordin Sparks. Komplit dah.
...
But somehow I'm still alive inside
You took my breath but I survived
I don't know how but I don' even care
P.S.: postingnya sengaja dibuat ngambang.
Thursday, September 09, 2010
Idul Fitri 1431 H
Ketika Idul Fitri tiba, sebagian besar kita bersukacita menyambutnya. Mengapa? Apakah karena keberhasilan dalam menjalankan ibadah pada bulan Ramadhan? Bisa jadi. Tapi saya ingin melihatnya dari perspektif lain.
Ketika Idul Fitri tiba, sebagian dari kita bersedih karena ditinggalkan oleh bulan Ramadhan yang penuh keutamaan ini tanpa tahu apakah akan dapat berjumpa dengannya lagi. Karena memang, nuansa Ramadhan itu 'ngangenin', 'romantis' dan tentu saja transendental. Di akhir Ramadhan, rasanya kita memang tidak mau berpisah dengan Ramadhan saking nikmatnya beribadah pada bulan yang mulia ini.
Yang perlu kita sadari bersama adalah bahwa bulan Syawal adalah bulan ujian yang sebenarnya. Karena diharapkan, ibadah kita semakin meningkat di bulan Syawal. Apa yang telah kita dapatkan pada madrasah Ramadhan semestinya diaplikasikan dalam bulan ini dan seterusnya. Oleh karena itu, adakah alasan untuk bersukacita di awal bulan Syawal dengan perayaan Idul Fitri? Saya rasa masalahnya bukan itu.
Perayaan Idul Fitri, tampaknya, sudah tidak lagi sekedar perayaan agama yang menandai berakhirnya bulan Ramadhan dengan segala aktifitas ibadah yang khas di dalamnya. Perayaan Idul Fitri juga telah menjadi perayaan budaya. Ketika Idul Fitri adalah perayaan budaya, maka Idul Fitri adalah tentang saling memaafkan, menjalin silaturahim, sungkem pada orang tua dan meringankan sedekah. Dalam bingkai kacamata ini, saya rasa memang layak kita bersukacita merayakan Idul Fitri. Kesukacitaan ini adalah tanda kesyukuran yang luar biasa kepada Allah atas nikmatnya persaudaraan dan nikmatnya menjadi makhluk sosial meski dengan catatan bahwa kesukacitaan ini tidak boleh berubah menjadi perilaku berlebih-lebihan.
Well then, Selamat Idul Fitri! Mohon maaf lahir dan batin.
Semoga Allah menerima semua amal ibadah kita, menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang kembali suci dan mendapatkan kemenangan dengan kualitas ibadah yang senantiasa meningkat.
Ketika Idul Fitri tiba, sebagian dari kita bersedih karena ditinggalkan oleh bulan Ramadhan yang penuh keutamaan ini tanpa tahu apakah akan dapat berjumpa dengannya lagi. Karena memang, nuansa Ramadhan itu 'ngangenin', 'romantis' dan tentu saja transendental. Di akhir Ramadhan, rasanya kita memang tidak mau berpisah dengan Ramadhan saking nikmatnya beribadah pada bulan yang mulia ini.
Yang perlu kita sadari bersama adalah bahwa bulan Syawal adalah bulan ujian yang sebenarnya. Karena diharapkan, ibadah kita semakin meningkat di bulan Syawal. Apa yang telah kita dapatkan pada madrasah Ramadhan semestinya diaplikasikan dalam bulan ini dan seterusnya. Oleh karena itu, adakah alasan untuk bersukacita di awal bulan Syawal dengan perayaan Idul Fitri? Saya rasa masalahnya bukan itu.
Perayaan Idul Fitri, tampaknya, sudah tidak lagi sekedar perayaan agama yang menandai berakhirnya bulan Ramadhan dengan segala aktifitas ibadah yang khas di dalamnya. Perayaan Idul Fitri juga telah menjadi perayaan budaya. Ketika Idul Fitri adalah perayaan budaya, maka Idul Fitri adalah tentang saling memaafkan, menjalin silaturahim, sungkem pada orang tua dan meringankan sedekah. Dalam bingkai kacamata ini, saya rasa memang layak kita bersukacita merayakan Idul Fitri. Kesukacitaan ini adalah tanda kesyukuran yang luar biasa kepada Allah atas nikmatnya persaudaraan dan nikmatnya menjadi makhluk sosial meski dengan catatan bahwa kesukacitaan ini tidak boleh berubah menjadi perilaku berlebih-lebihan.
Well then, Selamat Idul Fitri! Mohon maaf lahir dan batin.
Semoga Allah menerima semua amal ibadah kita, menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang kembali suci dan mendapatkan kemenangan dengan kualitas ibadah yang senantiasa meningkat.
Saturday, August 07, 2010
Mini Lab
Actually it is a storage room for household utensils. But I managed to rearrange stuffs, sold two old rice-cookers, and gained enough space to put test tubes, table balance and measuring cylinders. I cleaned a shelf as well to store chemical substances and other equipments (e.g.: mortar, scissors). The room is small and a bit stinky, but I mopped it well so it is not dusty (because I have severe dust allergic). And here it is: The Alchemist Mini Lab. Why it is named “the alchemist”? Did I identify myself as the alchemist? No. It was just a single word that suddenly popped up in my mind when I had to name the lab. But indeed, I like Coelho’s Alchemist.
I got nice lighting for the lab table from a tiny flashlight. The flashlight contains 9 white LEDs powered by 3 AAA batteries so it is bright enough to illuminate the table.
There are notes on the right-side wall. The notes contains experiment list I want to do.
And here it is, the close up view. Do you recognize the words under the lab’s name? Yes, it belongs to Rowling’s Harry Potter series. As long as I know, it means: “do not wake up the sleeping dragon”. Awkward eh?
I hope this lab become a place where I can make miraculous experiment (or should I say scientific magic?) for children.
I got nice lighting for the lab table from a tiny flashlight. The flashlight contains 9 white LEDs powered by 3 AAA batteries so it is bright enough to illuminate the table.
There are notes on the right-side wall. The notes contains experiment list I want to do.
And here it is, the close up view. Do you recognize the words under the lab’s name? Yes, it belongs to Rowling’s Harry Potter series. As long as I know, it means: “do not wake up the sleeping dragon”. Awkward eh?
I hope this lab become a place where I can make miraculous experiment (or should I say scientific magic?) for children.
Wednesday, August 04, 2010
Keju Putih
Pertemuan XI, kelas X Semester I
Tujuan: Mengetahui proses pembuatan keju
Keju atau dalam bahasa Inggris disebut cheese berasal dari kata caseus dalam bahasa Yunani yang juga dipakai untuk menamai protein di dalam susu: kasein. Jadi, ketika kasein diekstrak dari susu maka yang akan kita dapatkan adalah keju. Ekstraksi kasein dari susu salah satunya dapat dilakukan dengan mencampurkan asam jeruk lemon ke dalam susu.
Alat & Bahan:
1. Susu segar 1 liter
2. 3-4 sdm air perasan jeruk lemon
3. Panci
4. Kompor
5. Sendok sayur
6. Alat saring
7. Kain blacu
8. Tali kenur & gunting
9. ¼ sdt garam
10. ¼ sdt merica
11. Mangkuk, sendok makan, sendok teh
12. Roti tawar
Prosedur:
1. Panaskan susu di atas api sedang. Jaga agar jangan sampai berbuih/pecah dengan cara diaduk perlahan.
2. Setelah susu panas, kurang lebih 70o Celcius, atau sudah muncul buih kecil di pinggir panci, masukkan air perasan jeruk lemon. Aduk.
3. Tiriskan gumpalan yang terbentuk dengan alat saring. Lalu bungkus dengan kain blacu yang diletakkan di atas mangkuk. Setelah gumpalan dirasa habis (telah terkumpul sebanyak satu kepalan tangan) ikat kain blacu, peras sehingga sisa airnya keluar. Buka kain dan gumpalan yang berwarna putih yang didapat adalah keju.
4. Tambahkan garam dan merica, lalu campurkan sampai rata.
5. Oleskan keju yang sudah jadi itu ke roti tawar dan makan. Bagaimana rasanya?
Pertanyaan:
1. Apakah rasa keju putih sama dengan keju yang ada di pasaran (terutama keju cheddar)? Apakah terdapat aroma lemon dalam keju?
2. Mengapa susu harus dipanaskan ketika direaksikan dengan asam jeruk lemon?
3. Menurutmu apakah cara pembuatan keju cheddar sama dengan keju putih yang dibuat? Bagaimana dengan jenis keju yang lain seperti keju parmesan dan keju mozzarella?
Tujuan: Mengetahui proses pembuatan keju
Keju atau dalam bahasa Inggris disebut cheese berasal dari kata caseus dalam bahasa Yunani yang juga dipakai untuk menamai protein di dalam susu: kasein. Jadi, ketika kasein diekstrak dari susu maka yang akan kita dapatkan adalah keju. Ekstraksi kasein dari susu salah satunya dapat dilakukan dengan mencampurkan asam jeruk lemon ke dalam susu.
Alat & Bahan:
1. Susu segar 1 liter
2. 3-4 sdm air perasan jeruk lemon
3. Panci
4. Kompor
5. Sendok sayur
6. Alat saring
7. Kain blacu
8. Tali kenur & gunting
9. ¼ sdt garam
10. ¼ sdt merica
11. Mangkuk, sendok makan, sendok teh
12. Roti tawar
Prosedur:
1. Panaskan susu di atas api sedang. Jaga agar jangan sampai berbuih/pecah dengan cara diaduk perlahan.
2. Setelah susu panas, kurang lebih 70o Celcius, atau sudah muncul buih kecil di pinggir panci, masukkan air perasan jeruk lemon. Aduk.
3. Tiriskan gumpalan yang terbentuk dengan alat saring. Lalu bungkus dengan kain blacu yang diletakkan di atas mangkuk. Setelah gumpalan dirasa habis (telah terkumpul sebanyak satu kepalan tangan) ikat kain blacu, peras sehingga sisa airnya keluar. Buka kain dan gumpalan yang berwarna putih yang didapat adalah keju.
4. Tambahkan garam dan merica, lalu campurkan sampai rata.
5. Oleskan keju yang sudah jadi itu ke roti tawar dan makan. Bagaimana rasanya?
Pertanyaan:
1. Apakah rasa keju putih sama dengan keju yang ada di pasaran (terutama keju cheddar)? Apakah terdapat aroma lemon dalam keju?
2. Mengapa susu harus dipanaskan ketika direaksikan dengan asam jeruk lemon?
3. Menurutmu apakah cara pembuatan keju cheddar sama dengan keju putih yang dibuat? Bagaimana dengan jenis keju yang lain seperti keju parmesan dan keju mozzarella?
Thursday, July 15, 2010
Apa yang bisa dimainkan dengan terusi?
Terusi, bukan terasi.
Terusi adalah nama trivia untuk CuSO4 (tembaga sulfat) yang berbentuk kristal berwarna biru. Bahan kimia ini bukan bahan kimia "rumah tangga" seperti soda kue atau asam sitrat yang bisa dibeli di supermarket. Sepanjang pencarianku, terusi cuma bisa didapat di toko kimia dengan harga kurang lebih Rp. 40.000 per kilogram, dan 1 kg itu banyak. Oia, F.Y.I. terusi itu agak beracun, so jangan dijilat/masuk ke saluran cerna ataupun dimainkan anak tanpa pengawasan orang yang berpengalaman dengan eksperimen terusi.
Apa yang bisa dimainkan dengan terusi? oke, ini beberapa yang biasa aku mainkan:
1. Reaksi Alkemis! tentu saja. tapi butuh tambah garam dan alumunium foil (air dan gelasnya juga ...)
2. Kristalisasi. larutkan terusi di air panas sampai jenuh, lalu celupkan "bibit" kristal terusi yang digantung dan tunggu beberapa minggu ... tapi, aku nggak pernah berhasil dapet kristal cantik yang bentuknya paralelepipedum
3. Mewarnai api. lekatkan bubuk terusi di ujung stik es krim dan bakar di bunsen. Voila, you'll get a nice green flame. Masih kurang? campur terusi dengan garam dapur dan sedikit air .. dan dia akan berubah jadi tembaga klorida yang berwarna hijau. Lekatkan di ujung stik es krim yang lain .. and voila! guess what color will you get? hehehehe ..
4. Biuret test. ini uji protein kalo masih ada yang lupa. buat 1% larutan terusi dan 1% larutan NaOH (yang bisa didapet dari penggelontor pipa such as Dranex). Lalu buat larutan uji, paling gampang sih melarutkan sedikiit putih telor ke air. 1/2 sdt dalam 1/2 gelas air cukuplah. Biar kayak ilmuwan, masukkan sampel protein di tabung reaksi dan tetesi 3 tetes larutan NaOH yang sudah dibuat. Aduk. Belum terjadi apa-apa. Lalu tetesi 3 tetes larutan Terusi ... Voila! Apa yang terjadi? Coba sendiri dah ...
Masih kurang?
ada lagi sih yang lebih rumit, semacam bikin Benedict Test untuk Glukosa. Tapi karena butuh lebih dari sekadar terusi yang ditambahin bahan sederhana lain jadi nggak masuk daftar.
Ada yang mau nambahin?
gambar diambil dari sini
Thursday, June 24, 2010
Duh Gusti ...
mbaca posting blog ini jadi sedih banget.
Aku udah tau sih kalo legislator itu banyak yang nggak bener, tapi yang satu ini jadi evidence kalo' mereka itu bener-bener nggak bener. Gimana Indonesia mau maju coba? Pantes aja tiap Maiyahan, sedulur Maiyah diminta nggak usah mikirin Indonesia. Lha wong sekeras-kerasnya kita mikirin Indonesia, ntar dihancurkan oknum-oknum tidak bertanggungjawab yang digaji pake duit kita.
Duh Gusti, kalau Engkau menghendaki negeri ini hancur, maka hancurlah ... tapi setidaknya saudara-saudara yang masih percaya kepada-Mu, selamatkanlah.
Aku udah tau sih kalo legislator itu banyak yang nggak bener, tapi yang satu ini jadi evidence kalo' mereka itu bener-bener nggak bener. Gimana Indonesia mau maju coba? Pantes aja tiap Maiyahan, sedulur Maiyah diminta nggak usah mikirin Indonesia. Lha wong sekeras-kerasnya kita mikirin Indonesia, ntar dihancurkan oknum-oknum tidak bertanggungjawab yang digaji pake duit kita.
Duh Gusti, kalau Engkau menghendaki negeri ini hancur, maka hancurlah ... tapi setidaknya saudara-saudara yang masih percaya kepada-Mu, selamatkanlah.
Wednesday, June 16, 2010
J0285926
Saya dapet pesan YM dari seorang teman seperti ini:
Hmm .. dengan membuat posting ini sebenarnya saya juga sedang menyebarkan pesan ini. Tapi coba lihat lebih seksama. Dalam folder yang sama, gambar dengan nama file J0301050 adalah gambar Ka'bah. Yang berarti gambar Ka'bah ada di semua PC di seluruh dunia .. juga. Trus mau bilang apa? Mukzizat Allah? Oh, come on ... .
Yang terlintas di pikiran saya cuma satu: jangan termakan simbolisme ah, jangan-jangan nanti Gusti Allah malah nggak suka, rak ciloko to?
"Buat anda Anti Israel & Yahudi, dimohon untuk: Buka komputer anda pada direktori C:\Program Files\Microsoft Office\MEDIA\CAGCAT10, cari gambar bernama J0285926. Anda akan temukan gambar Lambang/bendera zionis Israel lengkap (persis dengan warna aslinya) dengan lilin (sarana ibadah mereka...). HAPUS! Gambar tersebut ada disemua PC di seluruh dunia. SEBARKAN SEMAMPUNYA"
Hmm .. dengan membuat posting ini sebenarnya saya juga sedang menyebarkan pesan ini. Tapi coba lihat lebih seksama. Dalam folder yang sama, gambar dengan nama file J0301050 adalah gambar Ka'bah. Yang berarti gambar Ka'bah ada di semua PC di seluruh dunia .. juga. Trus mau bilang apa? Mukzizat Allah? Oh, come on ... .
Yang terlintas di pikiran saya cuma satu: jangan termakan simbolisme ah, jangan-jangan nanti Gusti Allah malah nggak suka, rak ciloko to?
Tuesday, June 15, 2010
Saturday, May 29, 2010
Rak
Tiap mandi Nana selalu mencari benda-benda kecil, mainannya. Entah itu ceret kecil, beruang kecil, penguin kecil, ibu bebek .. et cetera. Dan setiap kali juga aku kebingungan mencari benda-benda kecil itu karena memang benda-benda itu tergeletak begitu saja setelah dimainkan entah itu di kamar tidur, di kursi tamu, di meja depan televisi, di musholla .. hayaa .. .
Libur waisak ini, aku diminta Eyang Kakung nganter beliau ke Lab. Hidro. Sekalian aku manfaatkan untuk ngajak Nana jalan-jalan. Sementara Eyang Kakung kerja di Lab., aku, Nana dan jeung Ifta jalan-jalan ke Galeria. Kebetulan di Galeria ada satu set alat permainan pasir: sekop, ember, cetakan kerang de es be.
Setelah pulang, mainan-mainan itu ditumpahkan Nana di tempat tidur dan aku langsung menyadari betapa berantakannya bila aku tidak melakukan suatu rekayasa perilaku. Terlintas di benakku untuk membuat tempat khusus mainan. Kami udah punya jumbo box untuk menyimpan mainan. Tapi kejadiannya, mainan yang udah masuk jumbo box akan sangat jarang disentuh Nana. Mainan yang terekspose dan tergeletak di mana-mana malah jadi favoritnya Nana .. tentu saja, karena yang sudah masuk jumbo box akan lebih sulit di akses sama Nana.
Jadilah aku meng-engineering kardus susu bekas yang ada di garasi jadi Rak Mainan Baru Nana. Tadaaaa!!! Nana sukaaaaa sekali. Dan tadi pagi, aku udah nggak pusing lagi mencari mainan-mainan yang biasanya tercecer. Karena sekarang semua sudah ada di tempat yang aksesibel.
Libur waisak ini, aku diminta Eyang Kakung nganter beliau ke Lab. Hidro. Sekalian aku manfaatkan untuk ngajak Nana jalan-jalan. Sementara Eyang Kakung kerja di Lab., aku, Nana dan jeung Ifta jalan-jalan ke Galeria. Kebetulan di Galeria ada satu set alat permainan pasir: sekop, ember, cetakan kerang de es be.
Setelah pulang, mainan-mainan itu ditumpahkan Nana di tempat tidur dan aku langsung menyadari betapa berantakannya bila aku tidak melakukan suatu rekayasa perilaku. Terlintas di benakku untuk membuat tempat khusus mainan. Kami udah punya jumbo box untuk menyimpan mainan. Tapi kejadiannya, mainan yang udah masuk jumbo box akan sangat jarang disentuh Nana. Mainan yang terekspose dan tergeletak di mana-mana malah jadi favoritnya Nana .. tentu saja, karena yang sudah masuk jumbo box akan lebih sulit di akses sama Nana.
Jadilah aku meng-engineering kardus susu bekas yang ada di garasi jadi Rak Mainan Baru Nana. Tadaaaa!!! Nana sukaaaaa sekali. Dan tadi pagi, aku udah nggak pusing lagi mencari mainan-mainan yang biasanya tercecer. Karena sekarang semua sudah ada di tempat yang aksesibel.
Tuesday, May 25, 2010
Simple Home-made Technology for Toddler
Finally ... I successfully made a bubble blower for my lovely daughter. Here it is:
Umm .. walopun dibikin dari barang bekas .. tapi barang elektroniknya lumayan mahal .. total cost-nya kira-kira 15 ribu.
Bahannya:
- 3 botol bekas .. diambil ujungnya. Sebaiknya yang dua kotak (Zestea atau C-1000 Orange Water) dan yang satu Nu Apel ... ahahahahah ngiklan!
- sebuah kipas komputer ukuran sedang, tipis
- batere 9 volt, dan kancingnya
- 1 buah limit switch
- lem bakar dan selotip
Semua bahannya dirangkai sedemikian rupa ... rangkaiannya nggak usah digambar lha wong cuma rangkaian batere-saklar-kipasangin.
Nana senang sekali bisa meniup gelembung dengan alat ini .. soalnya, kalo disuruh tiup manual Nana belum bisa.
Cairan gelembungnya terdiri dari 1 bagian teepol dan 3 bagian air.
Umm .. walopun dibikin dari barang bekas .. tapi barang elektroniknya lumayan mahal .. total cost-nya kira-kira 15 ribu.
Bahannya:
- 3 botol bekas .. diambil ujungnya. Sebaiknya yang dua kotak (Zestea atau C-1000 Orange Water) dan yang satu Nu Apel ... ahahahahah ngiklan!
- sebuah kipas komputer ukuran sedang, tipis
- batere 9 volt, dan kancingnya
- 1 buah limit switch
- lem bakar dan selotip
Semua bahannya dirangkai sedemikian rupa ... rangkaiannya nggak usah digambar lha wong cuma rangkaian batere-saklar-kipasangin.
Nana senang sekali bisa meniup gelembung dengan alat ini .. soalnya, kalo disuruh tiup manual Nana belum bisa.
Cairan gelembungnya terdiri dari 1 bagian teepol dan 3 bagian air.
Monday, April 26, 2010
Minggu, 25 April 2010
Tak ada yang istimewa di hari ini, aku cuma pengen mengabadikan sesuatu yang biasa saja.
Setiap Minggu Pagi, jeung Ifta jadi dokter di Golo. Berangkat jam 7 pagi pulang sekitar jam 9. Suatu waktu, pernah kita glenak-glenik pengen nyobain car free day di UGM. Nah, karena minggu ini sepertinya waktu yang tepat, setelah jeung Ifta selesai jadi dokter, kita berangkat ke UGM, naro mobil di F-14 dan tidak lupa nyangking sepeda kecil Nana (sepeda lungsuran dari mBak Tutik).
Kita sih pengennya Nana nyoba naik sepeda di jalan raya gitu. Tapi ternyata Nana belum begitu Pe-De. Ya sudahlah, akhirnya gendongan juga. Dan beberapa saat minta turun jalan sendiri.
Sampai di depan GSP, kita liat jakal ternyata udah dibuka blokadenya. Car Free Day-nya udah selesei kayaknya. Padahal dulu kayaknya Car Free Day-nya ampe sore. Agak kecewa, kita putar haluan ke arah Masjid Kampus. Dan Nana melihat kuda.
Jadilah aku ajak dia naik Andong .. sekali putar di kompleks perumahan. Lumayan, 10ribu. Nana senang. Trus kita lanjutkan jalan ke selatan. Jalan lumayan sepi, jadi ya biar nggak dapet Car Free Day, jalanan yang sepi ini cukup menggantikan.
Setelah capek muter kompleks jalan kaki, kita istirahat bentar di F-14. Nana seneng lari-larian di halaman berumput itu. Dan aku baru sadar, pas jongkok dan melihat sekeliling dengan view-nya Nana, halaman itu tampak luas sekali.
Tak sengaja aku liat ada dua mbak-mbak nongkrong di pinggir jalan. Satunya pake baju dan jubah hitam dengan cadar dan yang satu berjilbab lebar warna krem. Mbak bercadar sepertinya sedang ngomong sesuatu dan tangannya bergerak-gerak seperti sedang menjelaskan sesuatu. Mbak berkerudung lebar manggut-manggut. Brain Wash. Aku langsung bergidik .. dan berpikir yang tidak-tidak. Ah, tapi sudahlah memang jalan manusia itu beda-beda.
Adegan brain-wash itu seperti noise dalam adegan liburan keluarga kecil di minggu pagi yang indah. Aku berusaha melupakannya tapi nggak bisa. Macam-macam pikiran berkelebat, dan adegannya seperti di film-film ituh (kebanyakan nonton tivi). Ahh ... payah, ini seperti persimpangan, kau tahu kan? kita tidak tahu apa yang akan terjadi setelah suatu keputusan kita ambil. Percabangan hidup ini begitu tak terduga. Aku sempat membayangkan apakah Nana besok juga bakalan berjumpa dengan hal-hal seperti itu .. Nana kecil yang kutemani setiap hari dengan penuh cinta, akankah di masa depan terekspose dengan pemikiran-pemikiran yang berbeda dan membuatnya berubah? Akankah Nana bisa bertahan dalam cinta yang hangat dan humanistik?
Malamnya, aku ajak Nana ke pengajiannya Kyai Kanjeng ... aku cuma berharap lantunan saron dan bonang yang bening itu dapat membekas dalam di memori "bayi kecil"-ku yang sekarang sudah 2 tahun lebih itu, dan menjaganya tetap berada di jalan yang sama dengan jalan Bapak-Ibuk-nya.
Setiap Minggu Pagi, jeung Ifta jadi dokter di Golo. Berangkat jam 7 pagi pulang sekitar jam 9. Suatu waktu, pernah kita glenak-glenik pengen nyobain car free day di UGM. Nah, karena minggu ini sepertinya waktu yang tepat, setelah jeung Ifta selesai jadi dokter, kita berangkat ke UGM, naro mobil di F-14 dan tidak lupa nyangking sepeda kecil Nana (sepeda lungsuran dari mBak Tutik).
Kita sih pengennya Nana nyoba naik sepeda di jalan raya gitu. Tapi ternyata Nana belum begitu Pe-De. Ya sudahlah, akhirnya gendongan juga. Dan beberapa saat minta turun jalan sendiri.
Sampai di depan GSP, kita liat jakal ternyata udah dibuka blokadenya. Car Free Day-nya udah selesei kayaknya. Padahal dulu kayaknya Car Free Day-nya ampe sore. Agak kecewa, kita putar haluan ke arah Masjid Kampus. Dan Nana melihat kuda.
Jadilah aku ajak dia naik Andong .. sekali putar di kompleks perumahan. Lumayan, 10ribu. Nana senang. Trus kita lanjutkan jalan ke selatan. Jalan lumayan sepi, jadi ya biar nggak dapet Car Free Day, jalanan yang sepi ini cukup menggantikan.
Setelah capek muter kompleks jalan kaki, kita istirahat bentar di F-14. Nana seneng lari-larian di halaman berumput itu. Dan aku baru sadar, pas jongkok dan melihat sekeliling dengan view-nya Nana, halaman itu tampak luas sekali.
Tak sengaja aku liat ada dua mbak-mbak nongkrong di pinggir jalan. Satunya pake baju dan jubah hitam dengan cadar dan yang satu berjilbab lebar warna krem. Mbak bercadar sepertinya sedang ngomong sesuatu dan tangannya bergerak-gerak seperti sedang menjelaskan sesuatu. Mbak berkerudung lebar manggut-manggut. Brain Wash. Aku langsung bergidik .. dan berpikir yang tidak-tidak. Ah, tapi sudahlah memang jalan manusia itu beda-beda.
Adegan brain-wash itu seperti noise dalam adegan liburan keluarga kecil di minggu pagi yang indah. Aku berusaha melupakannya tapi nggak bisa. Macam-macam pikiran berkelebat, dan adegannya seperti di film-film ituh (kebanyakan nonton tivi). Ahh ... payah, ini seperti persimpangan, kau tahu kan? kita tidak tahu apa yang akan terjadi setelah suatu keputusan kita ambil. Percabangan hidup ini begitu tak terduga. Aku sempat membayangkan apakah Nana besok juga bakalan berjumpa dengan hal-hal seperti itu .. Nana kecil yang kutemani setiap hari dengan penuh cinta, akankah di masa depan terekspose dengan pemikiran-pemikiran yang berbeda dan membuatnya berubah? Akankah Nana bisa bertahan dalam cinta yang hangat dan humanistik?
Malamnya, aku ajak Nana ke pengajiannya Kyai Kanjeng ... aku cuma berharap lantunan saron dan bonang yang bening itu dapat membekas dalam di memori "bayi kecil"-ku yang sekarang sudah 2 tahun lebih itu, dan menjaganya tetap berada di jalan yang sama dengan jalan Bapak-Ibuk-nya.
Thursday, March 25, 2010
Berhenti hanya memikirkan diri sendiri
Yang di atas itu adalah pesan yang aku titipkan ke anak-anak kelas XII yang lagi pada menghadapi UN dan UM UGM. Di saat setiap anak khawatir tentang apakah dia bisa lulus atau tidak dan perhatiannya terpusat pada dirinya sendiri, adalah waktu yang tepat untuk menarik mereka keluar dan mengajak mereka untuk melihat dunia yang lebih besar.
Bagaimana caranya untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri? Apakah dengan memberikan contekan kepada teman saat ujian? Hehe, tentu bukan.
Sederhana sebenarnya. Caranya adalah dengan membuat kontrak mati, dengan diri sendiri, untuk mengabdikan diri melayani orang banyak. Sehingga ujian kita, belajar kita, tidak kita niatkan untuk diri kita sendiri tapi kita niatkan agar di kemudian hari ilmu yang kita pelajari sekarang bermanfaat untuk orang lain.
Moga-moga semua dapat yang terbaik dah. Semangat dan tetap sehat ^_-
Bagaimana caranya untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri? Apakah dengan memberikan contekan kepada teman saat ujian? Hehe, tentu bukan.
Sederhana sebenarnya. Caranya adalah dengan membuat kontrak mati, dengan diri sendiri, untuk mengabdikan diri melayani orang banyak. Sehingga ujian kita, belajar kita, tidak kita niatkan untuk diri kita sendiri tapi kita niatkan agar di kemudian hari ilmu yang kita pelajari sekarang bermanfaat untuk orang lain.
Moga-moga semua dapat yang terbaik dah. Semangat dan tetap sehat ^_-
Saturday, February 06, 2010
A Speed Test Diary
Chan dan Na berlari kecil ke Matematika 2 karena melihatku melambai-lambaikan tangan memberi tanda. Ketika mereka masuk, Speed Test dimulai. Aku memulai Speed Test jam 13.33, terlambat tiga menit dari yang seharusnya karena aku harus mampir ke Bank dulu setelah sholat Jumat.
Beberapa saat aku ikut berkutat dengan soal-soal itu, memikirkan hal apa yang perlu aku tekankan untuk mereka pelajari ketika pembahasan. Dan kemudian seperti biasa, menunggu 2x20 menit itu berlalu membuat waktu berjalan sangat lambat bagiku. Tapi tidak untuk mereka.
Hari ini ada 8 orang yang ikut Speed Test, Pus, Qor, Git, Chan, Na, Thor, Wik, dan Dev. Sembilan orang pada akhirnya, karena Son datang 8 menit sebelum Speed Test sesi kedua berakhir. Aku sampai lupa bertanya kenapa dia datang terlambat.
Mendung menggelayut di atas Sekolah. Aku sempat kehujanan waktu keluar dari Bank. Namun sepertinya sang awan berjalan pelan ke selatan dan baru turun lebat di Kotabaru ketika pembahasan Speed Test setengah jalan.
Hujan, daun felisium yang berguguran, dan gedung sekolah adalah tiga hal yang dapat menjadi mesin waktu bagiku, membawaku kembali ke masa SMA dulu. Romantikanya. Melankolinya. Dan semua tawa, tangis dan emosi yang ada di dalamnya.
Aku berdiri di antara deretan bangku-bangku menghadap ke papan tulis, mengamati anak-anak yang sedang berkutat dengan kesepuluh soal itu. Lalu, aku menengok keluar jendela, melihat awan hitam di luar yang tampak angkuh. Dan seketika aku menyadari sesuatu.
Aku lupa sejak tahun berapa Sekolah ini menerapkan sistem kelas berpindah dan nama-nama kelas berubah menjadi Biologi 1, Matematika 2, Bahasa 1 dan sebagainya. Waktu aku SMA dulu, ruang-ruang kelas masih ruang kelas II-3, kelas III-IPA-2, et cetera. Sehingga, ada masa dimana seorang siswa menghabiskan lebih dari 6 jam dalam sehari di dalam kelas.
Aku baru sadar, Matematika 2 adalah kelas III-IPA-2. Kelasku dulu! Tidak heran aku begitu familiar dengan ruangan ini. Aku juga terbiasa memandang awan dari jendela itu. Seketika memori fotografisku menghadirkan kembali teman-teman yang duduk di deretan bangku itu. Kelas III adalah masa-masa dimana seorang siswa sedang giat-giatnya belajar untuk lulus dan masuk perguruan tinggi. Aku tidak pernah lupa akan rasa itu, semangat itu.
Dan sekarang aku berada di depan kelas, menemani generasi yang baru berjuang untuk masa depan mereka. Aku bisa melihat kegelisahan mereka, namun juga semburat semangat dari wajah-wajah mereka.
Hari ini menjadi istimewa karena hujan lebat adalah pertanda baik.
Dalam perjalanan pulang, di bawah derai hujan dan ditemani sayup-sayup sebuah nomor jazz dari radio mobilku, aku merasa bersyukur dapat menemani mereka. Dan aku lebih bersyukur lagi karena anak-anak itu telah memperlihatkan semangat yang aku kenali, semangat anak Padmanaba.
Bhakti Vidya Ksatria Tama ...
Beberapa saat aku ikut berkutat dengan soal-soal itu, memikirkan hal apa yang perlu aku tekankan untuk mereka pelajari ketika pembahasan. Dan kemudian seperti biasa, menunggu 2x20 menit itu berlalu membuat waktu berjalan sangat lambat bagiku. Tapi tidak untuk mereka.
Hari ini ada 8 orang yang ikut Speed Test, Pus, Qor, Git, Chan, Na, Thor, Wik, dan Dev. Sembilan orang pada akhirnya, karena Son datang 8 menit sebelum Speed Test sesi kedua berakhir. Aku sampai lupa bertanya kenapa dia datang terlambat.
Mendung menggelayut di atas Sekolah. Aku sempat kehujanan waktu keluar dari Bank. Namun sepertinya sang awan berjalan pelan ke selatan dan baru turun lebat di Kotabaru ketika pembahasan Speed Test setengah jalan.
Hujan, daun felisium yang berguguran, dan gedung sekolah adalah tiga hal yang dapat menjadi mesin waktu bagiku, membawaku kembali ke masa SMA dulu. Romantikanya. Melankolinya. Dan semua tawa, tangis dan emosi yang ada di dalamnya.
Aku berdiri di antara deretan bangku-bangku menghadap ke papan tulis, mengamati anak-anak yang sedang berkutat dengan kesepuluh soal itu. Lalu, aku menengok keluar jendela, melihat awan hitam di luar yang tampak angkuh. Dan seketika aku menyadari sesuatu.
Aku lupa sejak tahun berapa Sekolah ini menerapkan sistem kelas berpindah dan nama-nama kelas berubah menjadi Biologi 1, Matematika 2, Bahasa 1 dan sebagainya. Waktu aku SMA dulu, ruang-ruang kelas masih ruang kelas II-3, kelas III-IPA-2, et cetera. Sehingga, ada masa dimana seorang siswa menghabiskan lebih dari 6 jam dalam sehari di dalam kelas.
Aku baru sadar, Matematika 2 adalah kelas III-IPA-2. Kelasku dulu! Tidak heran aku begitu familiar dengan ruangan ini. Aku juga terbiasa memandang awan dari jendela itu. Seketika memori fotografisku menghadirkan kembali teman-teman yang duduk di deretan bangku itu. Kelas III adalah masa-masa dimana seorang siswa sedang giat-giatnya belajar untuk lulus dan masuk perguruan tinggi. Aku tidak pernah lupa akan rasa itu, semangat itu.
Dan sekarang aku berada di depan kelas, menemani generasi yang baru berjuang untuk masa depan mereka. Aku bisa melihat kegelisahan mereka, namun juga semburat semangat dari wajah-wajah mereka.
Hari ini menjadi istimewa karena hujan lebat adalah pertanda baik.
Dalam perjalanan pulang, di bawah derai hujan dan ditemani sayup-sayup sebuah nomor jazz dari radio mobilku, aku merasa bersyukur dapat menemani mereka. Dan aku lebih bersyukur lagi karena anak-anak itu telah memperlihatkan semangat yang aku kenali, semangat anak Padmanaba.
Bhakti Vidya Ksatria Tama ...
Wednesday, January 27, 2010
Ikut-ikutan Nadya
I'm Purple Monkey ... who can make decisions with calm intelligence.
I can put things in action that would lead to results.
I have a personality that shows consideration for my fellow workers, my boss and those who are working under me.
Before going on a vocation, I tend to collect all the information I can to go over the plan.
I take time in preparing.
But once I am decided, the rest follows smoothly.
I dislike getting in conflict with people around me.
I don't show my emotions to others, and build a rational, conservative and safe living environment.
I have a sharp sensitivity and instinct.
I have an excellent skill to read the other person's mind from just a key word.
I am intelligent and full of knowledge.
If a person I met is likely to become useful to me, that data is quickly stored in my mind.
I possess perseverance to achieve your objective.
I will not give in to obstacles.
But I can not let others do my work.
I am not suited to be a commander.
I tend to be precise and orderly, so by facing people around me, I will be able to recieve help
*whew .. it's correct somehow. taken from here
Subscribe to:
Posts (Atom)