Saturday, February 06, 2010

A Speed Test Diary

Chan dan Na berlari kecil ke Matematika 2 karena melihatku melambai-lambaikan tangan memberi tanda. Ketika mereka masuk, Speed Test dimulai. Aku memulai Speed Test jam 13.33, terlambat tiga menit dari yang seharusnya karena aku harus mampir ke Bank dulu setelah sholat Jumat.

Beberapa saat aku ikut berkutat dengan soal-soal itu, memikirkan hal apa yang perlu aku tekankan untuk mereka pelajari ketika pembahasan. Dan kemudian seperti biasa, menunggu 2x20 menit itu berlalu membuat waktu berjalan sangat lambat bagiku. Tapi tidak untuk mereka.

Hari ini ada 8 orang yang ikut Speed Test, Pus, Qor, Git, Chan, Na, Thor, Wik, dan Dev. Sembilan orang pada akhirnya, karena Son datang 8 menit sebelum Speed Test sesi kedua berakhir. Aku sampai lupa bertanya kenapa dia datang terlambat.

Mendung menggelayut di atas Sekolah. Aku sempat kehujanan waktu keluar dari Bank. Namun sepertinya sang awan berjalan pelan ke selatan dan baru turun lebat di Kotabaru ketika pembahasan Speed Test setengah jalan.

Hujan, daun felisium yang berguguran, dan gedung sekolah adalah tiga hal yang dapat menjadi mesin waktu bagiku, membawaku kembali ke masa SMA dulu. Romantikanya. Melankolinya. Dan semua tawa, tangis dan emosi yang ada di dalamnya.

Aku berdiri di antara deretan bangku-bangku menghadap ke papan tulis, mengamati anak-anak yang sedang berkutat dengan kesepuluh soal itu. Lalu, aku menengok keluar jendela, melihat awan hitam di luar yang tampak angkuh. Dan seketika aku menyadari sesuatu.

Aku lupa sejak tahun berapa Sekolah ini menerapkan sistem kelas berpindah dan nama-nama kelas berubah menjadi Biologi 1, Matematika 2, Bahasa 1 dan sebagainya. Waktu aku SMA dulu, ruang-ruang kelas masih ruang kelas II-3, kelas III-IPA-2, et cetera. Sehingga, ada masa dimana seorang siswa menghabiskan lebih dari 6 jam dalam sehari di dalam kelas.

Aku baru sadar, Matematika 2 adalah kelas III-IPA-2. Kelasku dulu! Tidak heran aku begitu familiar dengan ruangan ini. Aku juga terbiasa memandang awan dari jendela itu. Seketika memori fotografisku menghadirkan kembali teman-teman yang duduk di deretan bangku itu. Kelas III adalah masa-masa dimana seorang siswa sedang giat-giatnya belajar untuk lulus dan masuk perguruan tinggi. Aku tidak pernah lupa akan rasa itu, semangat itu.

Dan sekarang aku berada di depan kelas, menemani generasi yang baru berjuang untuk masa depan mereka. Aku bisa melihat kegelisahan mereka, namun juga semburat semangat dari wajah-wajah mereka.

Hari ini menjadi istimewa karena hujan lebat adalah pertanda baik.

Dalam perjalanan pulang, di bawah derai hujan dan ditemani sayup-sayup sebuah nomor jazz dari radio mobilku, aku merasa bersyukur dapat menemani mereka. Dan aku lebih bersyukur lagi karena anak-anak itu telah memperlihatkan semangat yang aku kenali, semangat anak Padmanaba.

Bhakti Vidya Ksatria Tama ...