Monday, September 27, 2010

Sastrajendra

I walked, I ran, I jumped, I flew,
Right off the ground to float to you
There's no gravity to hold me down, for real

...

Barusan ngikutin kultwit Sujiwo Tejo soal Sastrajendra dan tau tau mak jlebb kena banget. Nggak tau kenapa, rasanya jadi punya perspektif baru gitu.

Sastrajendra secara singkat adalah sebuah ilmu sejati dalam epik Ramayana yang melatarbelakangi terlahirnya Rahwana. Kalo' yang nggak siap soal perj*nc*kan, mending gak usah nyari kultwit yang ini (malah penasaran mesthi). Walopun dimulai dengan bumbu-bumbu yang menurut orang tabu, Sujiwo Tejo mengakhiri kultwit itu dengan sangat dalam.

Sempat disinggung tentang manunggaling kawulo gusti versi Siti Jenar. Tapi aku kok punya perspektif lain. Kebetulan dua komik jepang yang aku ikutin (Naruto & Bleach) pernah punya fragmen yang bikin aku menginferensikan Sastrajendra dengan adegan-adegan dalam fragmen itu.

Intinya adalah tentang pemurnian melalui penerimaan total.

Sujiwo Tejo memberikan contoh bahwa peperangan melawan kejahatan yang dilandasi dendam tidak akan berakhir baik. Memerangi korupsi misalnya, tidak seharusnya dilandasi atas kebencian terhadap korupsi. Piye jal? Jero tenan pokoke.

Mana pas baca Sastrajendra ini backsound-nya "No Air"-nya Chris Brown feat. Jordin Sparks. Komplit dah.

...

But somehow I'm still alive inside
You took my breath but I survived
I don't know how but I don' even care


P.S.: postingnya sengaja dibuat ngambang.

Thursday, September 09, 2010

Idul Fitri 1431 H

Ketika Idul Fitri tiba, sebagian besar kita bersukacita menyambutnya. Mengapa? Apakah karena keberhasilan dalam menjalankan ibadah pada bulan Ramadhan? Bisa jadi. Tapi saya ingin melihatnya dari perspektif lain.

Ketika Idul Fitri tiba, sebagian dari kita bersedih karena ditinggalkan oleh bulan Ramadhan yang penuh keutamaan ini tanpa tahu apakah akan dapat berjumpa dengannya lagi. Karena memang, nuansa Ramadhan itu 'ngangenin', 'romantis' dan tentu saja transendental. Di akhir Ramadhan, rasanya kita memang tidak mau berpisah dengan Ramadhan saking nikmatnya beribadah pada bulan yang mulia ini.

Yang perlu kita sadari bersama adalah bahwa bulan Syawal adalah bulan ujian yang sebenarnya. Karena diharapkan, ibadah kita semakin meningkat di bulan Syawal. Apa yang telah kita dapatkan pada madrasah Ramadhan semestinya diaplikasikan dalam bulan ini dan seterusnya. Oleh karena itu, adakah alasan untuk bersukacita di awal bulan Syawal dengan perayaan Idul Fitri? Saya rasa masalahnya bukan itu.

Perayaan Idul Fitri, tampaknya, sudah tidak lagi sekedar perayaan agama yang menandai berakhirnya bulan Ramadhan dengan segala aktifitas ibadah yang khas di dalamnya. Perayaan Idul Fitri juga telah menjadi perayaan budaya. Ketika Idul Fitri adalah perayaan budaya, maka Idul Fitri adalah tentang saling memaafkan, menjalin silaturahim, sungkem pada orang tua dan meringankan sedekah. Dalam bingkai kacamata ini, saya rasa memang layak kita bersukacita merayakan Idul Fitri. Kesukacitaan ini adalah tanda kesyukuran yang luar biasa kepada Allah atas nikmatnya persaudaraan dan nikmatnya menjadi makhluk sosial meski dengan catatan bahwa kesukacitaan ini tidak boleh berubah menjadi perilaku berlebih-lebihan.

Well then, Selamat Idul Fitri! Mohon maaf lahir dan batin.

Semoga Allah menerima semua amal ibadah kita, menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang kembali suci dan mendapatkan kemenangan dengan kualitas ibadah yang senantiasa meningkat.