Thursday, October 19, 2017

Fair Share

I brought Nana a butter croissant and I asked her if she wants to share the croissant with me. She said yes. Then, I took about one fourth of the croissant for myself and gave the rest to Nana.

Nana laughed. "Bapak, this is not berbagi."

I said "Well, berbagi is sharing, right? I get some of the croissant and you get some as well"

"But this is not a fair share. You get a little, I get the big one."

I paused a little while.

*silence* *wind blows* *unnecessary dramatization*

"Well, I actually ate something else just now," I explained, "so I am a little bit full. I just want to taste the croissant. So, getting a little is okay with me."

Nana still puzzled.

"Fair share is not always equal, right?"

Nana didn't respond further. She proceeded to eat her croissant.

Sunday, July 09, 2017

Simulasi Efek Pemanasan Global

Ini percobaan lanjutan dari percobaan membuat indikator asam-basa dari kobis ungu.
Alat & bahan:
1. Indikator kobis ungu (selembar sampai tiga lembar kobis ungu dipotong tipis, direndam dalam larutan alkohol 50% dan digecek-gecek, ditunggu sekitar 15 - 30 menit).
2. Dua buah botol bekas, yang ukuran kecil saja cukup.
3. Sedotan.
4. Air
Prosedur:
1. Isikan air ke dalam botol pertama secukupnya tapi jangan kepenuhan, supaya masih ada ruang untuk indikator kobis ungunya.
2. Masukkan indikator kobis ungu secukupnya (sekitar sepersepuluh volume botol). Airnya akan berubah warna jadi kebiruan:


3. Bagi dua larutan di botol pertama ke botol kedua. Sehingga kita punya dua botol yang identik. Perhatikan warnanya masih sama-sama biru:


4. Masukkan sedotan ke botol kedua dan tiup larutannya sekitar 10 - 20 detik.


5. Apa yang terjadi? Ketika kita meniup larutan di botol kedua, kita memasukkan karbondioksida ke dalam larutan sehingga larutan di botol kedua menjadi lebih bersifat asam dari larutan di botol pertama. THIS IS HAPPENING RIGHT NOW ON EARTH! Kadar karbondioksida di udara meningkat akibat ulah manusia membakar bahan bakar fosil berlebihan, lalu kelebihan CO2 itu diserap oleh lautan, dan lautan jadi meningkat kadar keasamannya ... membahayakan makhluk hidup di dalam laut ... Koral-koral, yang menjadi rumah beribu spesies makhluk laut, mati karena kadar keasaman laut yang meningkat. Kalau rumahnya mati atau hancur, makhluk-makhluk laut itu jadi homeless alias kehilangan habitat alami-nya. Dampaknya: punah.

CLIMATE CHANGE IS REAL.

Disclaimer: percobaan ini terinspirasi dari acara Bill Nye Saves The World.

Saturday, July 08, 2017

Indikator Asam Basa Klasik dari Kobis Ungu

Setelah belajar tentang viscosity dengan percobaan liquid rainbow, Nana saya ajarin tentang acidity ... sama-sama belajar tentang properti cairan. Belajarnya dengan bikin indikator asam basa klasik: kobis ungu, diiris tipis lalu direndam larutan alkohol 50% dan digecek-gecek pakai garpu. Indikator ini kalo di cairan dengan pH normal (air biasa) warnanya biru keunguan.


Kalau dituang ke cairan yang bersifat asam (saya pakai air perasan jeruk nipis), berubah warnanya jadi merah. Kalau dituang ke cairan yang bersifat basa (saya pakai sabun cuci tangan) berubah warnanya jadi kehijauan. Kalau mau variasi, bisa dicoba bahan-bahan lain seperti soda kue, cream of tartar, cuka, dan lain sebagainya seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini:

Sumber gambar:
http://www.cchem.berkeley.edu/demolab/demo_txt/CabbIndic.htm
Satu catatan penting ... kalo beli satu glundung kobis ungu kemahalan, nempil selembar aja ... eh boleh nggak ya? Intinya sih untuk bikin indikator kobis ungu itu nggak perlu kobis banyak-banyak kalau hanya untuk bikin percobaan sederhana macam ini.
Indikator ini hanya awet sekitar 3 hari sampai 1 minggu.
Percobaan ini adalah pendahuluan dari sebuah percobaan lain yang InsyaAllah akan saya posting besok.

Pertanyaannya, kok bisa begitu? Jawabannya, karena kobis ungu mengandung antosianin. Antosianin itu pigmen/senyawa kimia yang dapat larut di dalam air dan mempunyai sifat indikator asam-basa: berubah warna ketika pH larutan berubah. Antosianin (anthocyanin) itu akar katanya dari bahasa Yunani anthos yang artinya bunga dan kuanos yang artinya biru. Jadi ... adakah bunga berwarna biru di sekitar rumahmu? Kalau ada ... boleh lah dicoba sebagai pengganti kobis ungu! 

Monday, June 19, 2017

Classic Liquid Rainbow

Udah pernah posting percobaan ini belum ya? Lupa. Hehe. Seandainya reposting mohon dimaafkan :D

Alat & Bahan:

1. Pipet ... kemarin habis dari toko craft (Michaels) beli essential oil tapi sebenernya yang diincer pipetnya wkwkwk.

2. Vials/Test tube ... itu dapetnya juga dari Michaels. Di amazon juga ada sih ... atau di toko sains untuk anak, di Indonesia ada beberapa.

3. Tiga gelas untuk melarutkan gula plus 1 wadah untuk air cuci-cuci.

4. pewarna makanan, merah - kuning -biru. Dapetnya dari Shopper, kalo di Indonesia biasanya ada di toko bahan kue-kue.

5. Gula (tiga cup)

6. Play-dough buat stand test-tube-nya *optional


Cara Main:

1. Rebus air untuk melarutkan gula.

2. Larutkan 2 cup gula di gelas I, 1 cup gula di gelas II, dan tanpa gula di gelas III. Volume tiap gelas diusahakan sama.

3. Warnai gelas I dengan pewarna makanan merah, gelas II dengan pewarna makanan kuning, dan gelas III dengan pewarna makanan biru.

4. Dengan menggunakan pipet, masukkan 2-3 pipet larutan gelas I ke dalam test tube, lalu masukkan 2-3 pipet larutan gelas II.

TIPS: gunakan sisi dalam test-tube (side drip) jangan vertical drip supaya larutannya nggak nyampur-nyampur amat. Dan terakhir masukkan 2-3 pipet larutan gelas III dengan teknik side-drip juga.

TIPS: diantara nge-drip larutan satu dan yang lain, pipetnya dicuci di gelas cuci-cuci biar nggak kecampur warnanya ...

5. Voila! Kalo pemula dan side-drip-nya kurang halus biasanya masih nyampur liquid rainbow-nya, tapi kalo udah paham kenapa itu larutan bisa kepisah, nanti bisa lebih jelas pemisahan warnanya karena nge-drip-nya jadi lebih hati-hati.

Pertanyaannya: kok bisa ya warnanya kepisah begitu?

HINT: Viscosity

Monday, June 05, 2017

Mr. Rogers, Media Sosial, dan Kanjeng Nabi

Fred Rogers adalah seorang pembawa acara sebuah program untuk anak yang tayang di televisi publik Amerika Serikat dari tahun 1968 sampai 2001. Programnya berjudul “Mister Rogers Neighborhood”. Program ini adalah program pendidikan anak yang menitikberatkan pada pentingnya “expression of care”, bahwa setiap orang adalah unik dan spesial.

Mr. Rogers punya latar belakang pendidikan musik, dan memang berbakat di bidang musik sejak kecil. “Music is my first language,” ujar beliau. Melalui denting piano, Mr. Rogers mengekspresikan rasa senang, sedih dan bahkan kemarahan. Bakat musiknya ini menjadi bekal untuk terjun ke dunia pertelevisian. Yang menarik, keputusannya untuk bekerja di industri media televisi bukanlah karena beliau ingin mengekspresikan bakat musiknya melainkan didorong oleh kebenciannya terhadap konten televisi yang dangkal dan tidak mendidik.

Di tahun-tahun pertamanya di industri pertelevisian, 1950-an, sembari bekerja Mr. Rogers mengambil studi keagamaan di Pittsburgh Theological Seminary. Beliau juga mengambil program master di bidang Perkembangan Anak di Pittsburgh University. Usai ordinasi dari Seminari, Mr. Rogers tidak ditugaskan menjadi pendeta melainkan diminta untuk meneruskan apa yang telah dia kerjakan di bidang pendidikan anak melalui medium televisi. Lahirlah program “Mister Rogers Neighborhood”. Tanpa harus membawa nama agama, Mr. Rogers menyebarkan salah satu nilai mendasar dari agama: kemanusiaan.

Pesan-pesan yang dibawa Mr. Rogers sangat konsisten dengan tema “the expression of care”. Misalnya, “you are special just the way you are” atau “show and tell what the good in life is all about”. Ketulusan dan kepiawaian Mr. Rogers membawakan acaranya setiap hari memikat hati anak-anak. Banyak testimoni yang menyatakan bahwa Mr. Rogers membuat mereka merasa ada dan spesial. Kata-kata yang dipilih oleh Mr. Rogers disusun sedemikian rupa sehingga pemirsa merasakan bahwa Mr. Rogers berbicara langsung kepada mereka. Dalam 33 tahun karirnya berkarya melalui “Mister Rogers Neighborhood”, Mr. Rogers menjelma menjadi tetangga terbaik yang pernah dimiliki oleh anak-anak Amerika.

Begitu berkesannya Mr. Rogers bagi anak-anak Amerika di era 70-90-an sampai-sampai kriminal pun segan dengan Mr. Rogers. Ada sebuah anekdot yang menceritakan pada suatu hari mobil Mr. Rogers dicuri orang. Namun hari berikutnya, mobil tersebut kembali dengan secarik catatan “I am sorry, I didn’t know that this car is yours. Had I known that this car is yours, I wouldn’t steal it in the first place”. Kurang lebih seperti itu.

Mr. Rogers wafat di usia 74 tahun karena kanker saluran pencernaan pada tahun 2003. Meskipun beliau telah tiada, karya-karya-nya masih relevan dengan kondisi kita saat ini. Bedanya, dominasi media sudah mulai beralih dari televisi ke Internet. Atau lebih spesifik lagi, media sosial.

Tidak sedikit dari kita yang mulai jengah dengan konten media sosial. Gelap. Dangkal. Tidak mendidik. Frustrating. You name it. Apa yang bisa kita lakukan? Tak perlu reaktif, namun tak perlu juga kita diam. Kita baca berita yang penuh kegelapan seperti berita Donald Trump ataupun tragedi kemanusiaan di sana-sini. Kita terima berita itu sebagai kenyataan. Namun, tidak perlu kita ikut membesar-besarkan. Ketika dunia tampak begitu gelap, masih ada kebaikan-kebaikan di dalam hidup, di sekitar kita. Seperti kata Mr. Rogers, “show and tell what the good in life is all about.”

Kanjeng Nabi Muhammad SAW., ketika hijrah ke Madinah, memberikan nasihat kepada kaum Muhajirin dan Anshar: “Yaa ayyuhan-naasu afsyuus-salaam...”. Wahai sekalian manusia tebarkanlah salam ... tebarkan kasih, tebarkan keberkahan, tebarkan kedamaian. Secara literal, pesan ini dapat dimaknai sebagai perintah untuk mengucapkan salam kepada orang lain baik ketika berjumpa maupun berpisah. Namun dalam konteks kekinian, menebarkan salam itu dapat juga berlaku ketika kita menuliskan status di media sosial. Sudahkah kita menebarkan salam? Sudahkah kita menebarkan kebaikan?

Cukuplah berita mengenai kegelapan dunia itu dikabarkan oleh awak media seperti CNN atau BBC News, karena itu adalah tugas mereka. Kita sebagai individu memiliki kehidupan. Di dalam kehidupan kita ada hal-hal baik yang dapat kita bagikan melalui media sosial. Let us express our care. Bring courage. Jadilah tetangga yang baik di media sosial. Tebarkan salam.

Friday, January 06, 2017

Perundungan alias Bullying

Saya mau menerjemahkan secara bebas laman federal stopbullying.gov terkait definisi bullying supaya kita bisa memahami bullying dengan lebih seksama.
Bullying atau perundungan adalah perilaku agresif dan tidak menyenangkan, dus tidak dikehendaki, yang melibatkan "power imbalance" atau dominasi satu pihak terhadap pihak yang lain. Baik pelaku bullying maupun korban bullying sama-sama beresiko memiliki masalah psikologis di kemudian hari seperti depresi atau bahkan sampai bunuh diri.
Ada tiga jenis bullying.
Pertama, perundungan lisan (verbal bullying) termasuk melalui teks/teknologi. Verbal bullying meliputi olok-olok (teasing), mengejek dengan memberi atribut yang buruk (name-calling), komentar tidak senonoh (inappropriate sexual comment), memprovokasi/merendahkan (taunting/insulting), dan mengancam (threatening to cause harm).
Kedua, perundungan sosial (social bullying). Social bullying meliputi mengucilkan, menebar rumor/fitnah, dan mempermalukan seseorang (shaming).
Ketiga, perundungan fisik (physical bullying). Physical bullying meliputi segala sesuatu yang mengakibatkan rasa sakit secara fisik (memukul, menendang, menjegal, menampar ... you name it), meludahi orang lain, merusak barang milik orang lain, dan membuat simbol yang kasar/tidak sopan (kalo di sini contohnya memberi jari tengah kepada orang lain).
Bagaimana kita menghadapi atau berurusan dengan bullying?
Pertama, jangan melabeli anak sebagai bully ataupun korban. Memberi label seakan-akan menganggap perilaku itu tidak bisa diubah. Kita bisa mengubah perilaku.
Kedua, beri contoh bagaimana bersikap ketika kita menerima perilaku bullying ataupun melihat perilaku bullying. Contoh praktisnya, kita harus berani berkata bahwa perilaku bullying itu tidak baik dan tidak menyenangkan, seperti: "eh jangan begitu, nggak baik itu".
Ketiga, mengedukasi masyarakat mengenai bahaya dan pencegahan bullying sejak dini.
Be a buddy, not a bully. Jadilah teman, bukan preman.