Showing posts with label Najwa. Show all posts
Showing posts with label Najwa. Show all posts

Friday, September 10, 2021

Wednesday, March 25, 2020

Bonci

Wednesday, November 27, 2019

Kecap

Waktunya makan malam.

Ibuk: "Na, Ibuk ambilin nasi telor ama kecap dong."

Nana ngambilin nasi telor sama saus tomat.

Ibuk melongo ... kemudian menyadari kalo di telinga dan alam pikiran Nana kecap itu ketchup (tomato ketchup a.k.a. saos tomat).

Friday, April 05, 2019

Google Hangout

Anak jaman sekarang ya ... telpon-telponannya pakai Google Hangout. Si Nana dan teman-temannya kemarin baru saja mendapatkan pengumuman hasil tes Ingenuity Project. Lalu anak-anak itu membuat conference call pakai Google Hangout dan pada histeris,

"Aaaa ... Aaaa ... I'm happy for you guyyzz ..." begitu cemruwetnya anak-anak itu.

Dulu ya jaman saya kelas lima SD belum ada iPad belum ada Google Hangout. Adanya sepeda. Kalau pulang sekolah biasanya teman-teman saya menjemput saya di depan rumah dan teriak keras keras,

"Akaaaarrrdiiii ... Akaaarrrdii ..." (maklum anak Jogja nggak bisa mengeja nama saya dengan benar)

Kalau sudah dipanggil begitu saya kemudian keluar dengan sepeda saya dan sepedaan keliling kampung, masuk hutan kecil di batas desa (yang sekarang sudah jadi perumahan).

Jaman memang sudah berubah ya. Tapi apa pun media-nya, core value-nya sebenarnya tetap sama. Anak punya kebutuhan untuk berinteraksi sosial dengan rekan-rekan sebayanya.

Friday, March 08, 2019

Jalan Kaki dan Warna

Kadang-kadang kalau cuaca lagi bagus, Nana pulang dari sekolah jalan kaki bersama teman-temannya dan saya jemput pakai mobil di tengah jalan supaya tidak kejauhan jalannya. Sepanjang jalan pulang anak-anak itu suka ngobrol kesana kemari.

Hari ini, saya lihat mereka ngobrol seru sekali. Ketika Nana masuk mobil, saya tanya.

"Ngobrolin apa e Na?"

"Color! Is White a color, Bapak?"

Ternyata sepanjang jalan anak-anak itu berdebat tentang warna: apakah putih dan hitam itu termasuk warna atau tidak. Penyebabnya ada satu anak yang namanya Cormac yang bersikukuh bahwa putih dan hitam itu bukan warna. Berdebatlah mereka.

Lalu pertanyaan Nana tadi saya jawab dengan pertanyaan lain

"Well, how do you define color? What is color according to you?"

Yah begitulah kalo jadi bapak yang epistemological belief-nya konstruktivisme. Ditanyain sesuatu malah balik nanya ...

Sesampainya di rumah, seperti biasa ibuknya nanyain Nana gimana sekolahnya tadi. Nana kemudian bercerita tentang perdebatan masalah warna di perjalanan pulang itu. Sekarang gantian ibuknya yang tanya,

"So, is White a color?"

Dan Nana menjawab,

"It depends on how you define color."

Bapaknya senyum-senyum hehehe.

Friday, February 01, 2019

Budaya Apresiasi

Terinspirasi sama statusnya mas Zacky Umam di FB tentang budaya apresiasi sebagai kontra argumen terhadap budaya politik yang didominasi perilaku saling menjelekkan, saya jadi teringat percakapan Nana dengan guru Pra-TK-nya waktu itu, Ms. Price namanya.

Nana : "Ms. Price, what color is my skin? Am I Black or White?"

Nana bertanya karena dia bingung mengidentifikasi dirinya sendiri yang berbeda dengan teman-teman sekelasnya. Lalu Ms. Price menjawab begini,

Ms. Price : "I don't know Najwa. What do you think?"

Nana : "I don't know"

Ms. Price : "I don't think you are Black or White. But, whatever your skin color is, your skin color is beautiful."

Thursday, July 12, 2018

Tauhid

Hari ini teman si Nana (N) yang agamanya Yahudi, namanya Yo (Y), main ke rumah. Sambil bikin eksperimen, kami ngobrol-ngobrol.

Saya (S): "What you can't do during Shabbat?"
Y: "Many things, writing, electricity, many things..."
N: "Why?"
Y: "Because Shabbat is the seventh day."
S: "Yes, Shabbat literally means resting, right?"
Y: "Yes. It's because He created the universe in 6 days, and resting on His throne on the seventh day."

Saya manggut-manggut, karena dalam ajaran Islam juga ada informasi tentang penciptaan yang mirip-mirip dengan yang dikatakan si Yo tadi. Saya kemudian jadi penasaran bagaimana orang Yahudi memanggil nama Tuhan.

S: "How do you call the name of God?"
Y: "I cannot say it if we're not praying..."
S: "Oh, sorry ... I didn't know that. In Islam, we call our god Allah."
Y: "There is only one god. You cannot say it "our god" ... "
S: "Ah yes, you're correct. My bad :)" ujar saya sambil tersenyum.

Kena deh saya hehe ... tadinya sih bilang "our god" itu maksudnya bukan karena pengen bilang bahwa ada banyak tuhan, pengennya sih ... ah sudahlah, memang saya yang salah. Hari ini saya diajari bertauhid sama anak perempuan Yahudi berumur 10 tahun :)

Cheswolde, 9 Juni 2018

Thursday, October 19, 2017

Fair Share

I brought Nana a butter croissant and I asked her if she wants to share the croissant with me. She said yes. Then, I took about one fourth of the croissant for myself and gave the rest to Nana.

Nana laughed. "Bapak, this is not berbagi."

I said "Well, berbagi is sharing, right? I get some of the croissant and you get some as well"

"But this is not a fair share. You get a little, I get the big one."

I paused a little while.

*silence* *wind blows* *unnecessary dramatization*

"Well, I actually ate something else just now," I explained, "so I am a little bit full. I just want to taste the croissant. So, getting a little is okay with me."

Nana still puzzled.

"Fair share is not always equal, right?"

Nana didn't respond further. She proceeded to eat her croissant.

Monday, November 05, 2012

Nana & Jack-O-Lantern

Ini ceritanya helloween tapi telat. Helloween itu tanggal 31 Oktober, tapi karena waktu itu gk punya pumpkin (dan emang kami nggak merayakan helloween), jadinya ya nggak bikin jack-o-lantern.

Baru setelah hari Jumat kemaren setelah Nana pulang dari field trip ke Elioak Farm bersama temen-temen Pre-K-nya, Nana dapet pumpkin untuk dibikin jack-o-lantern.

Dan jujur saya baru tahu kalo ada cara bikin si jack-o-lantern glowing tanpa pake lilin, pake senter. Hehehe. Ndeso ya saya. Itu si Nana tau karena diajarin Ms. Price, gurunya.

Pelajaran dari "percobaan jack-o-lantern" ini: kalo' bikin sesuatu itu perlu mikirin aspek safety (yang selalu saja jadi faktor terakhir ketika hiddenleaf bikin percobaan, hehehe.)

Sunday, October 21, 2012

Tic Tac Toe

Udah lama ya nggak posting mainan yang homemade. Yang ini "Tic Tac Toe" dibuat dari tutup botol susu. Hmm... kalo di Indonesia mungkin namanya "3 jadi" atau apa ya. Lumayan buat mengenalkan sama Nana "rules" dan "think before you move". However, kalo udah tau cara mainnya, keknya yang dapet giliran pertama naroh bidak mesti menangnya sih. Eh, iya nggak sih? *nggak yakin*

Thursday, May 17, 2012

Ocehan Nana

Dimulakan ketika saya dan Nana ke Greenspring Shopping Center, tepat di hari ultah saya yang ke 29 versi Gregorian, saya kok jadi kepengen nyatetin ocehan-ocehannya Nana. Siapa tahu kalo' Nana udah bisa baca bisa ngiklik sendiri.

Awalnya sih cuma saya catet di status facebook, trus saya kumpulin di Notepad, dan sekarang karena lagi nggak punya kerjaan saya pindahlah catetan saya di notepad itu ke blogspot. Walhasil, inilah: Ocehan Nana

Tuesday, May 08, 2012

Prisma Pelangi

Sebenernya ini postingan telat, tapi nggak apa-apa lah. Percobaan ini udah saya bikin bulan April lalu, tapi baru saya posting di blog Mei ini. Sebab? Males nulis...

Ok, alkisah bulan lalu sebelum cuaca Spring di Baltimore berubah jadi agak Winter yang dingin dan bikin males ituh, matahari sore bersinar cerah sekali. Setelah saya posting tentang kunang-kunang cahaya, saya jadi tertarik untuk bikin pelangi untuk Nana. Membuat sepotong pelangi tepatnya.
Ada banyak cara untuk bikin pelangi: dengan seember air dan kaca (tapi saya nggak punya kaca portabel), atau dengan water spray (tapi pelanginya cuma muncul tipis dan sesaat), atau dengan ... PRISMA!

Bikin pelangi dengan prisma itu textbook banget. Kalo' baca buku pelajaran tentang dispersi cahaya dijamin ada gambar prisma segitiga dilewatin sinar putih trus sinarnya terdispersi jadi pelangi. Tapi apakah Anda pernah mencoba bikin sendiri percobaan macam yang ada di gambar-gambar di buku itu? Jangan-jangan gambarnya cuma hoax tuh?! Wekekekeee... nggak ding kalo' hoax. Tapi pengalaman bikin pelangi sendiri itu, yakin, tak tergantikan sama gambar yang ada di buku itu.
So... mulailah saya bikin improvisasi percobaan prisma pelangi berbasis bahan rumahan

Bahannya sederhana: plastik mika keras, saya pakai bungkus lampu kayak yang di gambar inih:


Potong 3 buah bujur sangkar 1 inch x 1 inch dan 1 buah segitiga sama sisi dengan sisi 1 inch. Lalu, rekatkan potongan2 plastik mika keras itu tadi dengan lem bakar (lem tembak/lem silikon) sehingga terakit sebuah prisma segitiga tanpa tutup. Kemudian, isi prisma tersebut dengan air. Trus biar kayak di buku-buku textbook, ya potonglah karton (saya pake karton sereal) yang dibikin "jendela" kecil untuk lewat sinar matahari seperti gambar di bawah:


Ubah-ubah posisi prisma terhadap cahaya sampai keluar dispersi pelangi-nya.
Selain pakai "filter", prisma rumahan ini juga bisa dipake free-hand, citra pelangi-nya bisa "dipegang" hehehe. Ini Nana lagi "pegang" pelangi:


Kalo' tambah sore, dan sudut datang cahaya matahari-nya berubah, "filter"-nya juga bisa diubah-ubah posisi-nya. Adjusting ini bagian yang paling menyenangkan dari sebuah percobaan. Dan "Aha!" adalah ketika potongan pelangi-nya muncul.

Naaahhh... kalo' di-close up, potongan pelangi-nya tampak kayak gini:


Trus, saya iseng-iseng bikin proyeksi lintasan cahayanya. Dan saya baru sadar, kalo' selain menampilkan dispersi cahaya, prisma rumahan ini juga menampilkan fenomena cahaya yang lain: PEMANTULAN SEMPURNA!

Garis warna putih itu cahaya datang matahari dan cahaya matahari yang keluar dari prisma akibat pemantulan sempurna. Garis yang oranye itu garis perkiraan saya terhadap lintasan cahaya matahari yang terbiaskan di dalam prisma. Garis yang kuning itu garis dispersi pelangi-nya.

Well, gimana? Pengen nyoba bikin sendiri nggak? Gampang lho bikinnya...

Sunday, April 15, 2012

Satu Cahaya Kunang-Kunang di Baltimore

Heo... Judulnya sok-sokan banget ya? Sok-sokan dimirip-miripin seribu kunang-kunang di Manhattan-nya Umar Kayam. Tapi eniwe, saya belum pernah baca itu kumpulan cerpen. Ehek.

cahaya kunang-kunang

Nana mengamati "kunang-kunang".

Kebetulan apartemen kami ada jendela yang cukup panjang (iya jendelanya memanjang horizontal, karena apartemen-nya di basement) menghadap ke Barat. Jadi kalo' sore, cahaya matahari bisa dengan bebas masuk ke rumah. Itu memungkinkan saya dan Nana melakukan percobaan sederhana sama cahaya. Yang pertama keinget di saya adalah permainan saya waktu kecil: pemantulan cahaya.

Bedanya, waktu kecil saya mainnya pas pagi, karena jendela di rumah Mino menghadap ke Timur. Saya inget betul, waktu kecil entah umur berapa tepatnya dapet oleh-oleh gantungan kunci dari Belanda, kalo' nggak salah Papa saya yang kasih --waktu kecil saya emang suka ngumpulin gantungan kunci, walaupun bukan sampe level kolektor dan akhirnya bosen pas udah masuk SMA--. Gantungan kunci itu mengkilap, kalo' mantul ke tembok atau lemari pakaian Mama bentuknya mirip pesawat terbang. Kebetulan gantungan kuncinya tulisannya "Schiphol", yang kemudian saya tahu kalo' itu nama bandara di Amsterdam. Pagi-pagi pas Mama masih sibuk beres-beres rumah, menyapu dan memasak, saya asik mainan sendiri di kamar sama pantulan cahaya dari gantungan kunci itu. Dalam bayangan saya waktu itu pantulan cahaya yang mirip pesawat itu pesawat tempur. Ngoeeeeng Ngoeeeeng Cucucucucu...

Saya pengen wariskan imajinasi saya sama Nana. Tapi karena nggak ada gantungan kunci yang sama ya saya coba dengan objek yang lain: tutup tupperware. Iya, tupperware yang sama yang saya pake buat bikin bongo pura-pura.

Tutup tupperware itu warnanya hijau, cukup mengkilat dan dapat memantulkan cahaya. Saya coba bikin pemantulan cahaya ke tembok. Dan imajinasi Nana: "Firefly, Bapak!!" Oho.. mungkin karena lagi suka nonton dan main Wild Kratts, inferensi Nana terhadap pemantulan cahaya itu kunang-kunang. Tapi kalo' dipikir-pikir lucu juga karena jadi bisa dimainkan bahasanya: cahaya kunang-kunang atau kunang-kunang cahaya?

Whatever lah... setelah itu saya gerak-gerakkan tutup tupperware itu dan Nana lari-lari ngejar-ngejar "bayangan" kunang-kunang. Ini juga aneh, bayangan itu citra yang dihasilkan dari cahaya yang terhalang suatu objek, tapi bisa juga dipakai untuk mendeskripsikan citra yang terbentuk dari pemantulan cahaya terkonsentrasi pada suatu layar...

Wehehehe, asik lho mainan pemantulan cahaya. Mau nyoba?

Tuesday, March 13, 2012

Kancil

Setelah selesai makan, Nana masih duduk di kursinya. Tumben. Biasanya langsung minta main. Kayaknya kekenyangan atau perutnya agak nggak enak, sesak, karena belum buang air besar. Sambil menunggu mood-nya balik, saya dongengin Nana. Awalnya Nana minta dibacain buku cerita, tapi saya insist kalo' saya bisa mendongeng tanpa buku cerita.

Walopun sebenernya saya juga bingung mau mendongeng apa, yang terlintas pertama langsung cerita Kancil Mencuri Timun. Kata Mama saya, waktu kecil saya memang sering didongengin cerita ini.

Jadilah saya bercerita...
***
Pada suatu ketika, ada seorang Pak Tani mengolah lahan. Dicangkulnya tanah itu dan ditanami benih timun. Setelah benih ditanam, Pak Tani rajin merawat tanamannya setiap hari. Lahan itu menjadi ladang timun yang rajin disirami setiap hari. Selama dua bulan...

#Nana nyela "satu.. dua.. udah." maksudnya cerita saya disuruh lanjut tanpa mendetailkan kejadian selama timun itu tumbuh.

Setelah dua bulan, timun-timun Pak Tani siap dipanen. Suatu sore, lewatlah si Kancil di ladang Pak Tani. Kebetulan Kancil sedang lapar. "Wah, ada timun-timun yang segar, makan ahhh..." Kancil makan beberapa buah timun Pak Tani.

Pagi harinya Pak Tani kaget. "D'oh, siapa ini yang makan timun-timun yang sudah kurawat dengan baik," tepok jidat. Tentu saja Pak Tani kesal. Kan sudah rajin merawat, e hasilnya dimakan sama orang tak dikenal.

#Nana nyela lagi, "so sad... ," katanya.

Keesokan harinya, Pak Tani terkejut lagi. "Kok tambah banyak ini timun yang hilang?!"

#Nana mulai cemberut karena berempati sama Pak Tani.

Kemudian Pak Tani bertekad menunggui ladangnya sampai sore. Dan singkat cerita si Kancil ketahuan sama Pak Tani ketika sedang menikmati timun-timun Pak Tani.

"Ooo... kamu to yang makan timun-timunku?"

Kancil berhenti makan. "Ooo... timun-timun itu punya Pak Tani to? Maaf Pak Tani, nggak tau... dan saya lapar Pak Tani."

"Makanya kalau ada ladang timun, jangan asal dimakan timunnya. Cari tahu dulu itu punya siapa. Terus datanglah ke pemiliknya, ketok pintu rumahku baik-baik trus bilang kalo' mau minta timun untuk makan." kata Pak Tani.

"Maaf Pak Tani, tidak akan saya ulangi lagi," kata Kancil. "Saya boleh minta timunnya lagi tidak besok Pak Tani?" tanya Kancil.

"Boleh saja asal kamu makan secukupnya, dan membantu aku merawat ladang timun ini," kata Pak Tani.

Sejak saat itu Kancil membantu Pak Tani membuat pupuk kompos dari campuran daun-daun kering dan kotorannya sendiri supaya ladang Pak Tani subur. Sebagai imbalannya, Kancil mendapatkan jatah timun yang cukup untuk makan setiap hari.

Selesai.
***
gambar diambil dari sini: http://stamps.livingat.org

Wednesday, March 07, 2012

Nana dan Instrumen Musik Sederhana

Hmmm... saya lupa ini gara-gara Nana nonton Charlie & Lola-nya Cbeebies atau Little Einstein-nya Disney Junior atau Curious George-nya PBS Kids, tapi yang jelas gara-gara terpapar salah satu dari felem tadi, Nana jadi terinspirasi bikin "musical instrument".

Heo. Anak polah bapa kepradah. Untung bapaknya hiddenleaf shinobi.

Jadi saya bikinkan instrumen musik sederhana berikut:


Yang pertama, toples-toples plastik itu tinggal dipukul-pukul saja, pura-puranya bongo.

Yang kedua, wadah CDR diisi beras secukupnya (setengah genggam), pura-puranya maraca.

Yang terakhir ini agak spektakuler karena Nana sendiri yang punya inisiatif (terinspirasi felem itu kali ya). Kardus oranye itu hasil penggresekan (ambil dari tempet sampah orang), aslinya itu bungkus makanan kucing apa ya, ibuk Ifta dulu yang ngumpulin kotak2 fancy itu. Tinggal dikasih karet (karetnya dapet kalo' pas beli telor/stroberi di WholeFoods) sama sisir. Pura-puranya ukulele.

Nana excited sekali pas pertama kali bikin serombongan instrumen musik sederhana ini. Pas ibuk Ifta pulang dari kampus langsung Nana ngajakin bapak dan ibuk bikin orkestra. Nyanyi apa nggak jelas... tapi kalo' diimajinasi saya kok terdengar seperti openingnya Rio (2011)... AAaalll the birds of a feather... *tektekdungplek

Nana dan Kamera dari Styrofoam

klik gambar untuk melihat detail

Latar Belakang:
Nana rebutan mainan kamera-kameraan di pengajian, trus minta dibikinin kamera-kameraan sendiri.

Bahan:
- Styrofoam

Alat:
- cutter
- pulpen
- lem (UHU)
- triangular clip
- api (kompor/bunsen/korek gas)

Cara membuat:
- Menghadap ke model kamera yang beneran. Potong styrofoam sesuai model. Kalau sudutnya susah, lepas mata cutter dari gagangnya. Potong dengan hati-hati, jangan sampai mengiris jari Anda sendiri...
- Rapikan bagian-bagian yang tidak rata dengan ujung triangular clip yang diluruskan dan dipanaskan pada api. Ujung kawat panas ini juga bisa digunakan untuk membuat lubang bidik.
- Tambahkan gambar detail menggunakan pulpen.

P.S.:
Nana ngecat kamera-nya dengan cat air... tapi kok ya pilihan warnanya itu lho... ijo ama biru.

Friday, February 17, 2012

Ceritanya Nana Belajar tentang Integritas

Kalo tanya ke Shech Google (Google Siti Djenar, manunggaling kawulo browser), "integrity" itu konsistensi atas perkataan, tindakan, sikap de el el seseorang. Saya pertama kali belajar kata itu waktu SMA sama mentor saya Mas Komo. Dulu sih dibilangnya, integritas itu sodara kandungnya kejujuran. Dulu membedakannya, kalo' jujur itu mengatakan apa yang dilakukan kalo' integritas itu melakukan apa yang dikatakan. Well, meskipun maknanya lebih luas dari itu tampaknya.

Nah, saya pengen ngajarin Nana soal integritas sejak kecil, karena menurut saya value ini penting.

So, sesi "integrity for toddler" itu pas sarapan sereal: saya memperbolehkan Nana mengambil sendiri berapa banyak sereal yang mau dia makan pagi itu dengan syarat nggak boleh ada sereal tersisa di mangkok dia. Ini dulu juga diberlakukan ke saya sama Mama saya. Saya boleh mengambil nasi dan lauk sebanyak yang saya mau dengan syarat saya nggak boleh nyisain makanan di piring, piring saya harus bersih. Apa yang saya ambil harus saya habisin. Mmm... walopun saya nggak ingat ada reward/punishment untuk konsekuensi-nya sih. Tapi kok ya dikasih tau begitu saja manut ya saya dulu sama Mama.

E tapi agak beda ya itu sama integritas? Ehek. Brut... batal deh.

Friday, January 27, 2012

Kompor Is Not Enough

Setelah bikin kompor-komporan, Nana mulai suka pretend play masak-masakan. Panci/wajan-nya pake tupperware kecil-kecil yang lagi nganggur. "Makanan"-nya bisa dari sobekan kertas atau lilin perupa (playdough).

Nah, karena saya inget kalo' resep playdough yang saya bikin waktu lalu bisa kering dan keras di udara Winter yang dingin dan kering ini, saya buatkanlah Nana beberapa "menu" Ngamerikah yang agak lebih serius. Terimakasih untuk mBak Yuli atas playdough berwarna-nya sehingga bisa saya jadikan campuran pewarna. Walaupun sebenernya, kalo' kepepet bisa juga sih itu playdough diwarnai pakai cat air.

jadilah satu set menu Amerika: burger, hotdog & pizza. (junk food biyanget; tenang saja, sehari-hari kami nggak makan itu wahihihi, makannya tetep sayur lodeh sama sop ayam):

Pizza-nya versi Nana, tapi burger & hotdog-nya versi saya

Pizza versi saya


Lumayanlah... Setelah dibiarkan di udara ruang sehari semalam, playdough-nya jadi keras dan main masak-masakan jadi lebih asik.

Mungkin ada yang protes, kok bikinnya junk food? Nanti anaknya teracuni pola makan nggak sehat lho... Well, bisa jadi juga sih seperti itu. Tapi kalo' saya sih pesan moralnya malah begini: junk food itu bukan makanan pokok, cuma hiburan. Yaa semacam mainan gitu: hiburan. Sekali-sekali makan junk food yang halal ndak masalah lah...

Tapi alasan sejujurnya, lebih gampang bikin model burger, hotdog & pizza dibanding bikin model sop ayam, tumis kacang panjang dan nasi...