Saturday, March 31, 2012

Saya dan Matematika


-a devotion for Pak Rani

Saya bukan ahli matematika, tapi juga bukan orang yang fobia sama matematika.

Kalo' saya inget-inget pengalaman pribadi saya, saya nggak fobia matematika karena bapak saya memperkenalkan matematika sebagai permainan tebak-tebakan. Karena namanya permainan, toh saya boleh saja salah tebak.

Tapi setelah SMA, dan matematika menjadi semakin abstrak saya sangat berhutang budi sama guru SMA saya, Pak Rani namanya. Beliau yang memperkenalkan kepada saya bahwa matematika itu ilmu hukum, ilmu perjanjian, ilmu kesepakatan. Beliau yang memperkenalkan kepada saya matematika itu bahasa, matematika itu berbunyi.

Sejak mata saya dibuka sama Pak Rani, matematika tingkat SMA jadi terlihat sederhana kecuali untuk materi Dimensi Tiga dan Irisan Kerucut, mungkin karena spasial saya nggak sejago beliau.

Saya ingat betul, waktu SMA Pak Rani memberi kami sekelas exercise, semacam LKS begitu lah. Setiap siswa punya buku jawaban pekerjaan LKS itu. Pak Rani berkeliling memeriksa hasil pengerjaan LKS ke setiap meja. Tadinya saya malas mengerjakan LKS, tapi karena duduk di samping teman yang rajin, jadi ketularan rajin. Jika pengerjaan LKS kami berdua lebih cepat dari teman-teman yang lain, Pak Rani memberi soal tambahan yang sifatnya lebih advance, semacam teka-teki. Kalau kami tidak bisa menyelesaikan teka-tekinya Pak Rani memberikan jawaban teka-teki itu saat teman-teman yang lain sudah menyusul kami dalam pengerjaan LKS.

Suatu ketika, saya kebetulan berhasil memecahkan salah satu teka-teki beliau, kebetulan waktu itu saya lagi duduk sendiri di pojok depan terpisah dengan teman sebangku saya yang biasanya. Pak Rani kemudian mencorat-coret meja saya dengan kapur. Beliau menggambarkan hirarki hukum matematika dari definisi ke teorema ke rumus. Beliau bilang, "kalo' kamu nggak bisa memecahkan masalah dengan rumus, kembalikan ke teorema, kalo masih nggak bisa kembalikan ke definisinya." Yang paling saya ingat beliau bilang "rumus itu kasta terendah dari hirarki matematika." Entah pernyataan beliau bener atau tidak, sejak saat itu saya tidak memusingkan lagi rumus-rumus yang bejibun ding dong, dan bikin ruwet isi kepala.

Setelah hari itu, saya jadi lebih rajin mengerjakan exercise. Saya lembur sampai malam-malam agar dapet teka-teki yang bisa saya pecahkan lagi. Sampai lulus SMA kalau nggak salah dari sekian banyak teka-teki Pak Rani hanya 2 atau 3 yang bisa saya pecahkan. Dan setiap saya bisa memecahkan teka-teki itu, momen yang saya tunggu-tunggu datang: ketika Pak Rani mencorat-coret meja saya dengan kapurnya.

Monday, March 26, 2012

Sakura!

    22.03.2012 Tidal Basin, Washington DC.

Thursday, March 15, 2012

CTP-04: What should I do as an Instructional Technology student?

Pertanyaan itu pertanyaan mahasiswa TP yang galau. Termasuk saya.

Jawaban versi saya ada dua: Innovate dan Research.

Catatan ini saya buat karena habis ngobrol-ngobrol via Google sama teman saya yang dosen TP. Keprihatinan mendasar beliau: skripsi mahasiswa-mahasiswi beliau cuma bikin CD Multimedia Interaktif. Ehek. Gampang soalnya bikinnya, udah ada default-nya. Biar lulusnya cepet. Saya dulu juga gitu.

Tapi sebenernya kalo' mau penelitian TP itu bahannya banyak. Contoh ni ya: bagaimana sikap dan persepsi pengunjung Taman Pintar Jogja kaitannya dengan pemanfaatan wahana tersebut sebagai sarana pembelajaran. Itu baru Taman Pintar, bisa di-expand ke objek yang lain seperti Museum. Ngomong-ngomong soal museum, ini juga bermasalah. Banyak museum yang nggak laku dan lapuk dimakan waktu, bisa itu dievaluasi. Kalo' nggak cukup evaluasi skripsinya bisa "Usaha pemanfaatan museum X sebagai sarana pembelajaran." Sumbanglah proposal inovasi ke museum X, jadi volunteer berapa bulan gitu trus bikin laporan.

Jadi memang urusannya nggak melulu komputer walaupun namanya "tehnologi" pembelajaran (sengaja pake h). Kalo' dianggap komputer dan internet itu sedang tren, yaa bolehlah. Tapi apa iya penetrasi pembelajaran via media internet dan komputer itu sudah sedemikian dalam di masyarakat kita? Televisi menurut saya masih punya porsi besar di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Nah, masalah pertelevisian pun bisa jadi bahan penelitian. Boleh dievaluasi, seberapa besar porsi tayangan pendidikan di televisi komersial jaman sekarang.

Atau mungkin bisa ke BPMR, bikin proposal magang riset di sana. Ato malah mungkin pada belum kenal BPMR?? Emang sih, radio pendidikan udah nggak "gahol". Lebih asik juga SwaragamaFM atau GeronimoFM. Tapi kalau nggak gaul itu artinya ada masalah. Bisa jadi bahan penelitian. Atau bikin penelitian seputar bagaimana pemanfaatan media audio untuk pembelajaran di tengah arus media internet. Lebih bagus lagi kalo' bisa bikin usulan program untuk media audio trus diujicoba dan dilihat tingkat penetrasinya ke audiens.

Tapi balik lagi, karena inovasi ya nggak ada default-nya mungkin. Nggak bisa tinggal copy-paste script. Lulusnya mungkin jadi agak lama. Itu resikonya kalo' agak idealis. Baru agak lho ini, belum idealis betulan.

Oh iya... jadi inget. Yang asik juga sebenernya bikin peraga pembelajaran dari barang sehari-hari. Ini dulu yang mengantar saya jadi orang TP. Tapi sayangnya saya otodidak awalnya, jadi nggak bikin riset tentang ini. Misalnya nih, "Dampak Pemanfaatan Peraga Sederhana Dari Bahan Rumah Tangga Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa SD Kelas V" Bikin proposal ke salah satu sekolah, trus ngajuin peraga2 utk materi dalam 1 semester, trus di awal semester diukur keterampilan proses sains anak2, di akhir semester diukur lagi keterampilan proses sains-nya, kalo' perlu bandingin sama siswa sampel penelitian lain sebagai kontrol.

Banyak to jadinya yang bisa dilakukan sebagai orang TP? Itu pun baru versi saya. Versinya AECT ada 5 domain ... lebih komprehensif lagi. Ah, tapi mesti juga udah pada belajar kan ya tentang Landasan TP...

Tuesday, March 13, 2012

Kancil

Setelah selesai makan, Nana masih duduk di kursinya. Tumben. Biasanya langsung minta main. Kayaknya kekenyangan atau perutnya agak nggak enak, sesak, karena belum buang air besar. Sambil menunggu mood-nya balik, saya dongengin Nana. Awalnya Nana minta dibacain buku cerita, tapi saya insist kalo' saya bisa mendongeng tanpa buku cerita.

Walopun sebenernya saya juga bingung mau mendongeng apa, yang terlintas pertama langsung cerita Kancil Mencuri Timun. Kata Mama saya, waktu kecil saya memang sering didongengin cerita ini.

Jadilah saya bercerita...
***
Pada suatu ketika, ada seorang Pak Tani mengolah lahan. Dicangkulnya tanah itu dan ditanami benih timun. Setelah benih ditanam, Pak Tani rajin merawat tanamannya setiap hari. Lahan itu menjadi ladang timun yang rajin disirami setiap hari. Selama dua bulan...

#Nana nyela "satu.. dua.. udah." maksudnya cerita saya disuruh lanjut tanpa mendetailkan kejadian selama timun itu tumbuh.

Setelah dua bulan, timun-timun Pak Tani siap dipanen. Suatu sore, lewatlah si Kancil di ladang Pak Tani. Kebetulan Kancil sedang lapar. "Wah, ada timun-timun yang segar, makan ahhh..." Kancil makan beberapa buah timun Pak Tani.

Pagi harinya Pak Tani kaget. "D'oh, siapa ini yang makan timun-timun yang sudah kurawat dengan baik," tepok jidat. Tentu saja Pak Tani kesal. Kan sudah rajin merawat, e hasilnya dimakan sama orang tak dikenal.

#Nana nyela lagi, "so sad... ," katanya.

Keesokan harinya, Pak Tani terkejut lagi. "Kok tambah banyak ini timun yang hilang?!"

#Nana mulai cemberut karena berempati sama Pak Tani.

Kemudian Pak Tani bertekad menunggui ladangnya sampai sore. Dan singkat cerita si Kancil ketahuan sama Pak Tani ketika sedang menikmati timun-timun Pak Tani.

"Ooo... kamu to yang makan timun-timunku?"

Kancil berhenti makan. "Ooo... timun-timun itu punya Pak Tani to? Maaf Pak Tani, nggak tau... dan saya lapar Pak Tani."

"Makanya kalau ada ladang timun, jangan asal dimakan timunnya. Cari tahu dulu itu punya siapa. Terus datanglah ke pemiliknya, ketok pintu rumahku baik-baik trus bilang kalo' mau minta timun untuk makan." kata Pak Tani.

"Maaf Pak Tani, tidak akan saya ulangi lagi," kata Kancil. "Saya boleh minta timunnya lagi tidak besok Pak Tani?" tanya Kancil.

"Boleh saja asal kamu makan secukupnya, dan membantu aku merawat ladang timun ini," kata Pak Tani.

Sejak saat itu Kancil membantu Pak Tani membuat pupuk kompos dari campuran daun-daun kering dan kotorannya sendiri supaya ladang Pak Tani subur. Sebagai imbalannya, Kancil mendapatkan jatah timun yang cukup untuk makan setiap hari.

Selesai.
***
gambar diambil dari sini: http://stamps.livingat.org

Wednesday, March 07, 2012

Nana dan Instrumen Musik Sederhana

Hmmm... saya lupa ini gara-gara Nana nonton Charlie & Lola-nya Cbeebies atau Little Einstein-nya Disney Junior atau Curious George-nya PBS Kids, tapi yang jelas gara-gara terpapar salah satu dari felem tadi, Nana jadi terinspirasi bikin "musical instrument".

Heo. Anak polah bapa kepradah. Untung bapaknya hiddenleaf shinobi.

Jadi saya bikinkan instrumen musik sederhana berikut:


Yang pertama, toples-toples plastik itu tinggal dipukul-pukul saja, pura-puranya bongo.

Yang kedua, wadah CDR diisi beras secukupnya (setengah genggam), pura-puranya maraca.

Yang terakhir ini agak spektakuler karena Nana sendiri yang punya inisiatif (terinspirasi felem itu kali ya). Kardus oranye itu hasil penggresekan (ambil dari tempet sampah orang), aslinya itu bungkus makanan kucing apa ya, ibuk Ifta dulu yang ngumpulin kotak2 fancy itu. Tinggal dikasih karet (karetnya dapet kalo' pas beli telor/stroberi di WholeFoods) sama sisir. Pura-puranya ukulele.

Nana excited sekali pas pertama kali bikin serombongan instrumen musik sederhana ini. Pas ibuk Ifta pulang dari kampus langsung Nana ngajakin bapak dan ibuk bikin orkestra. Nyanyi apa nggak jelas... tapi kalo' diimajinasi saya kok terdengar seperti openingnya Rio (2011)... AAaalll the birds of a feather... *tektekdungplek

Nana dan Kamera dari Styrofoam

klik gambar untuk melihat detail

Latar Belakang:
Nana rebutan mainan kamera-kameraan di pengajian, trus minta dibikinin kamera-kameraan sendiri.

Bahan:
- Styrofoam

Alat:
- cutter
- pulpen
- lem (UHU)
- triangular clip
- api (kompor/bunsen/korek gas)

Cara membuat:
- Menghadap ke model kamera yang beneran. Potong styrofoam sesuai model. Kalau sudutnya susah, lepas mata cutter dari gagangnya. Potong dengan hati-hati, jangan sampai mengiris jari Anda sendiri...
- Rapikan bagian-bagian yang tidak rata dengan ujung triangular clip yang diluruskan dan dipanaskan pada api. Ujung kawat panas ini juga bisa digunakan untuk membuat lubang bidik.
- Tambahkan gambar detail menggunakan pulpen.

P.S.:
Nana ngecat kamera-nya dengan cat air... tapi kok ya pilihan warnanya itu lho... ijo ama biru.