Ketika Idul Fitri tiba, sebagian besar kita bersukacita menyambutnya. Mengapa? Apakah karena keberhasilan dalam menjalankan ibadah pada bulan Ramadhan? Bisa jadi. Tapi saya ingin melihatnya dari perspektif lain.
Ketika Idul Fitri tiba, sebagian dari kita bersedih karena ditinggalkan oleh bulan Ramadhan yang penuh keutamaan ini tanpa tahu apakah akan dapat berjumpa dengannya lagi. Karena memang, nuansa Ramadhan itu 'ngangenin', 'romantis' dan tentu saja transendental. Di akhir Ramadhan, rasanya kita memang tidak mau berpisah dengan Ramadhan saking nikmatnya beribadah pada bulan yang mulia ini.
Yang perlu kita sadari bersama adalah bahwa bulan Syawal adalah bulan ujian yang sebenarnya. Karena diharapkan, ibadah kita semakin meningkat di bulan Syawal. Apa yang telah kita dapatkan pada madrasah Ramadhan semestinya diaplikasikan dalam bulan ini dan seterusnya. Oleh karena itu, adakah alasan untuk bersukacita di awal bulan Syawal dengan perayaan Idul Fitri? Saya rasa masalahnya bukan itu.
Perayaan Idul Fitri, tampaknya, sudah tidak lagi sekedar perayaan agama yang menandai berakhirnya bulan Ramadhan dengan segala aktifitas ibadah yang khas di dalamnya. Perayaan Idul Fitri juga telah menjadi perayaan budaya. Ketika Idul Fitri adalah perayaan budaya, maka Idul Fitri adalah tentang saling memaafkan, menjalin silaturahim, sungkem pada orang tua dan meringankan sedekah. Dalam bingkai kacamata ini, saya rasa memang layak kita bersukacita merayakan Idul Fitri. Kesukacitaan ini adalah tanda kesyukuran yang luar biasa kepada Allah atas nikmatnya persaudaraan dan nikmatnya menjadi makhluk sosial meski dengan catatan bahwa kesukacitaan ini tidak boleh berubah menjadi perilaku berlebih-lebihan.
Well then, Selamat Idul Fitri! Mohon maaf lahir dan batin.
Semoga Allah menerima semua amal ibadah kita, menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang kembali suci dan mendapatkan kemenangan dengan kualitas ibadah yang senantiasa meningkat.
1 comment:
Selamat Idul Fitri Mas, mohon maaf lahir dan batin. Taqabbalallahu minna wa minku, Shiyamana wa shiyamakum
Post a Comment