Wednesday, August 13, 2025

Pak Rani

Karena tahun ini adalah 25 tahun setelah kelulusan SMA, angkatan saya mengadakan reuni perak (besok) September 6, 2025. Salah satu acaranya adalah mengundang guru-guru untuk menyambung silaturahim dan menyampaikan bakti sebagai murid (dan mungkin juga meminta maaf atas kenakalan-kenakalan kami jaman SMA). Ada 30 sekian guru yang masih sugeng yang berhasil dikontak via WA/HP. Hanya satu, Pak Rani, yang tidak dapat dikontak melalui WA/HP. 

Pak Rani sudah purna tugas sejak tahun 2012/2013, salah satunya karena kondisi matanya yang memburuk karena glaukoma. Kemudian beliau memilih untuk balik ke kampung halaman-nya di Gunung Kidul. 

Pada tahun 2016, mas Zaki (kakak angkatan kami) mengunjungi beliau bersama beberapa rekan-rekan lintas angkatan dan membuat dokumentasinya di YouTube. Ketika saya mengontak beliau via e-mail, mas Zaki bilang kalau sudah lupa alamat tepatnya di mana. Demikian juga Pak Nana, Guru Fisika kami yang pernah beberapa kali berkunjung ke rumah Pak Rani, sudah lupa alamat beliau tepatnya di mana ketika kami tanyai.

Untung-nya mas Zaki sempat menuliskan nama dusun-nya di video dokumentasi tadi. Terlebih lagi, di akhir video, mas Zaki dan rekan-rekan menggunakan drone untuk menangkap pemandangan di sekitar rumah Pak Rani. Berbekal Google Earth dan footage mas Zaki, saya berusaha geo-guessing alamat Pak Rani. Saya punya dugaan kuat lokasinya di mana.

Siang tadi, saya meluangkan waktu untuk scouting rumah Pak Rani supaya panitia reuni perak Padmanaba 55 tidak perlu mencari-cari lagi ketika ingin berkunjung membawa besekan reuni perak. Karena kondisi Pak Rani yang menderita glaukoma, saya berpikir bahwa ater-ater yang sifatnya olfaktori lebih cocok. Saya racik sendiri sekotak teh jambu (Omaggio Signature Tea) dan saya sertakan gula batu bersama kotak teh tersebut.


Sekitar pukul 15.30 motor saya sampai ke titik pinpoin geoguessing yang saya lakukan. Ada seorang bapak-bapak sepuh yang sedang membersihkan halaman. 

"Nuwun sewu, badhe tanglet, dalemipun Pak Rani Guru SMA 3 ten pundi njih?" saya bertanya di mana rumahnya Pak Rani.

"Lha, ngajengan niku daleme. Ingkang jendhelane kebukak setunggal," si bapak memberitahu bahwa rumah Pak Rani tepat di depan saya, yang jendelanya terbuka satu.

Saya ketuk rumahnya.

"Kula nuwuuun," saya berharap ada orang di rumah.

Seorang mas-mas keluar membukakan pintu.

"Sinten njih?" mas-mas itu bertanya siapa saya.
 
"Kula madosi Pak Rani. Kula murid-ipun Pak Rani saking SMA 3," saya bilang kalau saya mencari Pak Rani dan saya murid beliau di SMA 3 Yogyakarta.

Mas-mas tersebut, yang belakangan saya ketahui adalah putranya Pak Rani, mempersilakan masuk dan duduk di ruang tamu. Tak berapa lama Pak Rani menemui saya, dan pertanyaannya sama "njenengan sinten?"

Saya jelaskan duduk perkaranya bahwa angkatan saya mau reuni, pengen ngundang Pak Rani ke sekolah bila berkenan, dan sebagainya. Singkat cerita, karena kondisi penglihatan beliau, beliau tidak berkenan untuk datang ke sekolah. Saya menyampaikan bahwa teman-teman memahami sepenuhnya dan menyampaikan salam takzim dari semua teman-teman seangkatan.

Beliau berusaha mengingat-ingat nama yang beliau kenali dari angkatan kami.

"Bebek?" tanya Pak Rani.

Saya menahan tawa. Pertama karena memang ada teman sekelas saya yang nama panggilannya Andi Bebek. Kedua karena dari sekian banyak (sekitar 230-an orang lebih), kok ya yang diingat si Bebek.

"Namanya unik, jadi berkesan," kata Pak Rani.

Saya kemudian ngobrol banyak hal dengan Pak Rani. Mulai dari matematika, penjurusan SMA, sampai dengan pohon jati. Satu hal yang saya pelajari hari ini adalah bahwa di mata Pak Rani, saya hanyalah murid biasa saja. Padahal di antara teman-teman (saya mau nyombong sedikit), saya salah satu dari beberapa murid seangkatan yang bisa memahami jalan pikiran Pak Rani. It was a very humbling experience. I might have some skills, but still, I am just some ordinary student.

Yang kedua, saya belajar hal baru dari Pak Rani, tentang bagaimana matematika itu tujuan akhirnya adalah mencari kebenaran dari konjektur-konjektur yang dibuat manusia. Setelah dua puluh lima tahun berlalu, beliau masih saja mengajarkan hal baru tentang matematika yang selama ini saya belum pahami.

Yang ketiga, semua akrobat matematika yang harus angkatan kami lakukan di kelas tiga SMA (jaman itu) ketika belajar dengan Pak Rani, ternyata sumbernya Singaporean Math. Pak Rani pada zamannya begitu terinspirasi dengan kurikulum matematika Singapura. Sekarang semua jadi jelas bagi saya  mengapa dulu kami begitu menderita ketika diajari Pak Rani: memang beda level....

Last but not least, saya bersyukur Pak Rani tampak sehat (walaupun penglihatannya sudah nol katanya), tampak damai, tampak santai, dan tampak menikmati hidup. 

Ketika hari menjelang petang, saya pamit pulang. Sempet kehujanan cukup deras di seputaran RS Panti Rahayu. Mungkin hujannya kiriman dari Pakdok Arian (sahabat karib saya, mantan Kepala RS Panti Rahayu) di Kupang.

P.S. Buat panitia reuni yang mau bersilaturahim ke rumah Pak Rani, alamatnya Ds. Ngrombo II, Kelurahan Karangmojo, Kapanewon Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul.