Tuesday, November 30, 2010

Merapi dan Pembelajaran (1)

Well, sambil nunggu jam14. moga-moga tulisan ini bisa berlanjut ya? lha wong udah dinomeri je ...

Merapi menjadi sebuah fenomena alam yang sangat menarik untuk dipelajari dari berbagai segi, mulai dari klenik, ilmu geologi, dan sosial masyarakatnya. Saya tentu saja tidak mampu untuk menggali semuanya secara komprehensif. Tulisan ini cuma mau mencatat hal-hal kecil yang sempat terlintas selama sebulan lebih aktifitas Merapi yang meninggi di tahun 2010 ini.

Ilmu kebumian. Ya, dengan aktifitasnya yang tinggi Merapi menarik perhatian beberapa orang (termasuk saya) untuk kemabli belajar tentang ilmu kebumian. Terutama, menjawab pertanyaan bagaimana sih kok bisa ada erupsi? Oh, ternyata jebnis erupsi itu macam-macam to? Dan masih banyak segudang pertanyaan lain. Untuk menggali ilmu bumi ini lebih dalam lagi, beruntung sekali Indonesia punya Pakdhe Rovicky yang dengan senang hati mendongeng untuk kita.

Nah, dari ilmu kebumian yang nyains ini, Sabrang (which is well known as Noe Letto) mengungkapkan pendapatnya pas Maiyah 17 November 2010. Menurut Sabrang, ilmu alam didekati secara humanistik oleh orang Jawa. Sebagai contoh, melalui ilmu titen, orang Jawa memberi nama untuk tipe petir. Kalo' bunyinya "gludhuk-gludhuk jedherr" misalnya, orang Jawa mengatakan "woh, iki Kyai Sengkelat". Kalo' bunyinya lain lagi, misalnya ... "clapp bledhuaarrr" orang Jawa mungkin punya nama lain lagi. Tidak jauh beda dimana orang barat menamai Nukleus untuk inti atom dan Dendrit untuk serabut otak. Pendekatan personifikatif dalam menjelaskan fenomena alam ini juga cukup menarik ditinjau dari segi pembelajaran. Dengan menamai fenomena alam menggunakan nama orang (person) manusia jadi merasa lebih dekat dengan alam karena kita "mengenal"-nya sebagai sesama makhluk Tuhan.

Kembali ke Merapi ...

Saya pribadi menduga-duga kalo' Nyai Roro Kidul itu sebenarnya nama dari aktifitas subduksi lempeng Indoaustralia yang ketemu sama lempeng Eurasia. Kalo' Merapi sedang tinggi aktifitasnya, konon Kraton Merapi sedang bersih-bersih karena Nyai Roro Kidul punya "gawe". Apa itu perhelatannya Nyai Roro Kidul? Kalo' kita baca penjelasannya Pakdhe Rovicky, aktifitas gunung berapi diakibatkan oleh aktifitas lempeng yang mengirimkan magma ke atas. Jadi perhelatan Nyai Roro Kidul tidak lain dan tidak bukan adalah aktifitas subduksi itu tadi... .

Dugaan yang lain, yang namanya Kyai Sapujagad yang menjaga Merapi adalah aktifitas semburan piroklastik. Beberapa orang menyebutnya "wedhus gembel". Sedangkan Mbah Petruk yang konon katanya bertugas memperingatkan akan adanya bahaya menurut dugaan saya adalah endapan-endapan lahar di seputaran Merapi, well... siapa tahu dengan memetakan endapan lahar Merapi manusia dapat melakukan forecast bahaya Merapi.

Meskipun ilmuwan belum dapat menjelaskan antara kejadian gempa tektonik dengan aktifitas gunung berapi, tetapi telah diketahui bersama bahwa kedua fenomena alam tersebut berhubungan dengan aktifitas lempeng-lempeng bumi. Dan orang jawa mempersonifikasikannya dalam wujud Nyai Roro Kidul, Kyai Sapujagad dan Mbah Petruk.

well, IMHO.

Monday, November 15, 2010

Susi

Kalo' ada waktu senggang di minggu pagi, Nana kadang minta naik delman di seputaran UGM. Lumayanlah, 10ribu sekali putar kompleks Bulaksumur. Salah satu kuda yang narik delman namanya Susi.

Kusir delman yang punya Susi tadi pagi berbagi cerita tentang kejadian awan panas yang menerjang Argomulyo Cangkringan, sembari mengendali kuda yang laju jalannya.

"saya ada teman yang rumahnya keterjang awan panas mas, alhamdulillah dia selamet."

"ho ya Pak? gimana ceritanya bisa selamat?"

"teman saya itu pas malem kejadian itu mas, lihat ada bebek putih terbang berkeliling di atas dusunnya."

saya diam mendengarkan.

"katanya sih bebek putih itu memperingatkan warga untuk sumingkir, ha trus dia langsung berkemas, surat-surat penting dan beberapa baju masuk tas. dia sekeluarga langsung pergi malem-malem menjelang dini hari itu mas."

saya terus mendengarkan.

"teman saya itu terus berusaha menghubungi adiknya untuk memperingatkan. tapi terlambat, awan panasnya keburu datang. adiknya jadi korban."

saya menghela nafas. percaya nggak percaya. Susi berhenti di pos-nya, merumput. Dan saya bersama Nana pulang, masih dalam keadaan percaya tidak percaya.

Tuesday, November 09, 2010

Ndong

believe it or not, aku nggak ngeh blas pas SMP belajar Geografi dan mendapatkan informasi kalo Indonesia dilewati jalur patahan, atau berada pada pertemuan lempeng Eurasia-Indoaustralia-Pasifik. Baru setelah terjadi banyak bencana, mulai dari Tsunami Aceh 2004, Gempa Jogja 2006, Gempa Padang 2009, sampai Tsunami Mentawai dan Erupsi Merapi 2010, barulah aku ngeh .. jadi itu to kenapa aku dulu harus tau kalo' Indonesia berada pada pertemuan lempeng benua. Tentu saja supaya aku jadi lebih waspada, tanggap terhadap fenomena alam berpotensi bencana.

Ya, aku lebih suka bilang FENOMENA ALAM BERPOTENSI BENCANA. Bencana itu terjadi ketika ada kesenjangan/gap yang besar antara fenomena alam berpotensi bencana dan kesiapan manusia. Memang, dalam kacamata yang lain (Agama) fenomena alam berpotensi bencana itu tidak semata-mata terjadi secara natural. Tentu di dalam setiap kejadian terdapat campur tangan Tuhan. Yang perlu diingat, Tuhan juga menganugerahkan kepada kita akal budi sehingga dapat menjadi khalifah di bumi.

Kembali ke frekuensi... akibat tidak dhong-nya diriku pas SMP tentang pentingnya memahami bahwa kita ada di pertemuan lempeng benua, informasi tentang pertemuan para lempeng benua itu ya jadi informasi ensiklopedik semata. Nggak ada tindak lanjutnya... Baru sekarang aku bisa mikir:

"Oh, kalo' gitu semua masyarakat Indonesia perlu siap terhadap segala bentuk fenomena alam yang berpotensi bencana, terutama yang berada pada daerah rawan seperti jalur Sumatra-Jawa-Bali-Nusa Tenggara-Timor dan area Kepulauan Maluku-Papua."


Ha njuk tentu saja, semua elemen masyarakat perlu mulai melakukan aksi nyata untuk menyiapkan diri mengantisipasi fenomena alam berpotensi bencana seperti:

1. kalo' rumahnya dipinggir pantai ya mungkin perlu meng-engineering rumah yang streamline atau bisa mengapung sehingga kalo' kena tsunami slamet.
2. nanemin Bakau banyak-banyak untuk benteng tsunami.
3. kalo' mbangun rumah ya rumah yang tahan gempa.
4. bikin sistem tanggap bencana berbasis komunitas.
5. ngasi pengertian ke anak-anak gimana caranya mengatasi situasi kebencanaan.

dan masih banyak lagi yg aku belum kepikiran...

Moga-moga yang lain tidak lebih ndong dari aku.