Thursday, February 27, 2020

Kepercayaan dan Suspensi Ketidakpercayaan

Judulnya aja yang keren. Tapi maksud saya sebenernya begini ... Segala hal yang kita anggap kita ketahui tentang sains itu tidak jauh berbeda dengan apa yang kita anggap kita ketahui tentang konstruk pengetahuan yang lain, seperti misalnya: Agama.

Mempertentangkan pengetahuan kita tentang agama dengan pengetahuan kita tentang sains jadi aneh karena prosesnya sama-sama melewati suspensi ketidakpercayaan (suspension of disbelief).

Sains, walaupun akuisisi bangunan pengetahuannya bersifat empirik, proses belajar kita dalam mengakuisisi bangunan pengetahuan itu mirip-mirip dengan proses kita mengakuisisi pengetahuan kita tentang agama. Kita baca buku, lalu kita mempercayai apa yang kita baca itu sebagai kebenaran atau fakta.

Apakah kita mengamati sendiri proses replikasi DNA? Sebagian dari Anda mungkin pernah, tapi kebanyakan dari kita tidak pernah. Hanya sebagian ilmuwan melakukannya, melaporkannya, kita baca laporannya, atau nonton videonya online dan kita percaya laporan ilmuwan itu sebagai kebenaran. Mirip dengan agama, terutama agama abrahamik, kita baca dari kitab suci dan kita percayai kitab suci itu sebagai kebenaran. Mirip, artinya tidak sama persis. Tapi prosesnya kurang lebih begitu, ada suspensi ketidakpercayaan karena kita punya keterbatasan waktu, tenaga, dan sumber daya untuk membuktikan segala hal secara empirik oleh diri kita sendiri. Apa yang kita anggap sebagai kebenaran melalui proses suspensi ketidakpercayaan itu terakumulasi menjadi bagian dari konstruk kepercayaan kita masing-masing.

Oleh karenanya, jangan heran kalau ada orang-orang yang tidak mempercayai sains, entah itu karena teori konspirasi, teori pertentangan kelas, atau yang lainnya. Mereka yang tidak percaya dengan sains belum tentu tidak berpikir. Mereka ada yang memilih untuk bersikap skeptis terhadap sains dan tidak memberikan suspensi ketidakpercayaan mereka kepada kelompok ilmuwan.

Mumet? Saya juga.

No comments: