Tuesday, September 08, 2020

Wifi

Cakruk di RT saya relatif modern. Bukan masalah strukturnya. Tapi perlengkapannya. Gimana nggak modern, lha wong cakruk RT saya punya wifi. Langganannya wifi yang 20 Mbps, sebulan bayarnya sekitar 400 ribuan. Karena ada tujuh kelompok ronda, setiap kelompok ronda urunan 50 ribu per bulan, yang 50 ribu sisanya ditanggung sama rumah yang ngehost perangkat wifi-nya karena toh dia yang pakai paling banyak sehari-hari. 

Karena cakruk punya wifi, kalau siang dan sore hari kadang ada beberapa anak anak kecil yang pegang HP (entah punyanya sendiri atau punya orangtuanya) mangkal di cakruk. Main wifi. Entah buat sekolah dari rumah, cari info tugas, atau sekedar main game dan nonton yutup. Sedangkan kalau malam, jelas para peronda memanfaatkan wifi cakruk juga untuk menghabiskan waktu (termasuk saya). 

Meskipun demikian, untuk kelompok ronda saya (kelompok ronda malam Sabtu), saya mengamati hanya beberapa orang saja yang tertarik main wifi. Yang paling sering main wifi itu Pak RT, Pak Is, dan Mas Onthel. Itu pun juga nggak sering sering amat. Saya sendiri main wifi hanya sesekali untuk ngecek WA sambil nunggu orang-orang datang. Kalau sudah ada banyak orang, rasanya sungkan mainan HP sendirian. 

Kalau Mas Onthel biasanya nonton video yutup pertandingan voli. Mas Onthel ini memang hobinya voli. Tapi itu pun juga jarang-jarang nontonnya. Karena biasanya, Mas Onthel berangkat ronda setelah main voli sama warga RT sebelah. Jadi dianya lebih sering tidur di cakruk daripada mainan wifi. Udah ngantuk duluan. 

Pak RT dan Pak Is juga hobi mainan wifi. Sama juga, mereka hobi nyetel yutup. Bedanya, Pak RT sukanya nyetel lagu-lagu entah itu lagu uyon-uyon Jawa atau kadang nyetel slow rock lawas macam Scorpions atau The Eagles begitu. 

“Pisan pisan Mas. Ben iso nyanyi basa Enggres,” katanya. Maksudnya, sekali-sekali lah nyetel lagu-lagu slow rock supaya bisa nyanyi pakai Bahasa Inggris. Mungkin sama nostalgia masa mudanya juga. 

Sedangkan, Pak Is adalah yang paling rajin nyetel yutup yang sifatnya instruksional begitu. Pernah suatu malam saya perhatikan Pak Is nyetel video instruksional cara pembuatan pakan ayam. 

“Badhe ndamel pakan piyambak nopo Pak?” tanya saya, apakah beliau mau buat pakan ayam sendiri. 

“Ho oh Mas, aku bar tuku pitik iki. Lumayan, ben ngirit pakane gawe dhewe,” jawab Pak Is. Beliau baru saja beli ayam untuk usaha sampingan. Dan menurut dia, bikin pakan ayam sendiri itu lebih irit daripada beli. 

Video instruksional cara pembuatan pakan ayam itu durasinya sekitar 10-15 menit. Dan saya amati, Pak Is nggak hanya muter sekali saja untuk satu video. Mungkin itu satu video instruksional bisa dia puter sampai lima kali. 

Apa yang dilakukan para peronda itu adalah salah satu contoh mobile learning. Sifatnya mobile (tidak terikat ruang), personal (sesuai dengan minat atau ketertarikan/keperluan masing-masing orang), on demand, dan bisa diulang-ulang (repetitif) sesuai dengan kecepatan belajar (learning pace) seseorang untuk memahami suatu topik bahasan tertentu. Menurut saya pribadi, mobile learning itu masa depan moda belajar. Dan kita sebenarnya sudah sampai pada masa depan itu.

No comments: