Sudah dua kali dalam seminggu ini saya dan mas Ali ngelajo ke Tepus, ngurus tanah, menanam Jati de es be. Yang pertama Sabtu, tanggal 11 dan yang kedua Kamis ini tanggal 16.
Dari 800 sekian bibit, tadi kami cek di pos masih ada 3 bibit yang belum ditanam. Kebetulan hari ini di dusun Tepus sedang ada sripah, jadi para pekerja nggak masuk ngurus sripah itu.
Pas tanggal 11 kemaren, acaranya nglangsir Jati dari pinggir jalan ke pos di dalam sambil memastikan jumlahnya. Sempet juga sih, kami menanam beberapa bibit. Tapi sisanya dilanjutkan sama para pekerja. Pak Lurah sempet bilang kalo' nanem 800 bibit paling cuma butuh 1-2 hari. Tapi ternyata, berhubung medannya nggak rata (naik turun) sampai Kamis ini masih ada bibit yang kesisa.
Hari ini kami berangkat jam 5 pagi, sampai Tepus sekitar jam 7. Kami sempet muter-muter sebentar nyari Pak Lur karena ternyata beliau belum berangkat ke tegalan. Saya sempet kenalan sama Pak Tamsi, penjaga Balai Desa. OOT, balai desanya lumayan bagus.
Pas ketemu Pak Lur, kami diberitahu kalo' ada sripah di tempat Pak Dukuh. Oia, f.y.i. desa Tepus terdiri dari 20 pedukuhan. Lumayan luas. Well then, kami ke tegalan sambil nunggu keputusan pak Lur untuk urusan administrasi.
Di tegalan, kami survey untuk pelebaran gubuk untuk pos transit, memilih akasia yang akan ditebang dan mengambil sampel tanah untuk diuji kadar airnya di Lab. Kami pakai baju lengan pendek dan sandal jepit seperti halnya penduduk setempat. Tapi, naudzubillah, ternyata di tegalan nyamuknya guedhi-guedhi wal ganas. Habis sudah tangan kami digigiti nyamuk. Belum lagi, sandal kami nyaris putus karena lempung yang melekat bertambah-tambah. Pengalaman turun ke lapangan emang berharga.
Besok lagi, jelas kami mungkin bakal bawa boot dan autan!
Kira-kira jam 9 kami balik lagi ke tempat Pak Lurah ngurus administrasi. Sambil nunggu, kami sempet diceritain Pak Bambang dan Pak Lur (nama aslinya Pak Broto) soal kera-kera yang suka merampok panenan jagung. Makanya, kalo' punya taneman jagung harus ditungguin biar nggak dirampok kera ekor panjang.
Sebenernya agenda hari ini masih satu lagi: ngobrol sama Mbah Iman soal pengelolaan tegalan kami yang disono. Namun karena ada sripah, obrolan sama Mbah Iman ditunda dulu...
Well, di masyarakat Jawa social cost-nya emang tinggi. Harus bisa fleksibel. Ini yang kemudian menjadi seni dimana kita harus pandai-pandai mengatur tarik ulur antara produktifitas kerja dan menjaga budaya masyarakat.
No comments:
Post a Comment