*gambar diambil dari sini.
Kebetulan pas Natalan kemarin, sodara-sodara dari Bandung datang ke Jogja. Teh Ida sekeluarga bawa rombongan anak-anak kecil (paling gede anaknya baru SMP). Tanggal 25 pagi mereka nyampe Jogja setelah bermobil semalaman dari Bandung. Trus siangnya saya mengantar mereka jalan-jalan ke nol kota. Tadinya sih sodara-sodara minta ke Kraton. Tapi, berhubung sudah jam 2, Kraton sudah tutup. Ya sudah lah, saya alihkan destinasi wisata ke Taman Pintar.
Taman Pintar crowded seperti biasa. Tapi pas masuk gedung oval saya baru menyadari kalau kunjungan wisata pas liburan emang penuh banget. Dan karena sangat padat ... ditambah dengan format Taman Pintar yang seperti itu (seperti apa coba, nggak enak bilangnya), tujuan menjadikan Taman Pintar sebagai wahana pembelajaran tampaknya kurang begitu kena.
Pembelajaran adalah serangkaian aktifitas yang memungkinkan terjadinya "belajar". Dalam gerbong kereta pembelajaran, terdapat pola yang harus dilalui yang identik dengan pola sistem secara umum: input-proses-output ataupun pendahuluan-isi-penutup. Dalam bagian pendahuluan pada kegiatan pembelajaran, komponen utamanya adalah the declaration of learning objectives: mau belajar apa kita kali ini. Bagian isi bermacam-macam bentuknya, yang jelas rangkaian isi adalah rangkaian gerbong menuju pencapaian tujuan belajar. Dan yang paling sering dilupakan adalah bagian penutup: penilaian hasil belajar. Tanpa penilaian hasil belajar, kita tidak pernah tahu apakah tujuan belajar tadi tercapai atau belum.
Di atas tadi saya bilang, Taman Pintar sebagai wahana pembelajaran belum mencapai sasarannya. Sodara saya yang juga berkecimpung dalam dunia pendidikan malah sempat nyeletuk: "kok cuma kaya' kebun binatang ya?" Saya juga mengamati dan mengalami, jalan-jalan di Gedung Oval sampai naik ke Lantai 3 Gedung Kotak jadinya ya cuma "oh ini begini, oh itu begitu". Belajar dalam arti luas sih iya, tapi itu bukan pembelajaran.
Disamping itu, karena ingin menyajikan segala sesuatu yang terkait dengan informasi ensiklopedik alam semesta (yang tak terbatas), di Taman Pintar tersedia potongan-potongan informasi mengenai buaaanyaaaakkk hal. Dan buat saya, yang terjadi malah overload informasi. Belum lagi, berjalan kaki selama satu jam lebih sambil dijejali ribuan informasi tentunya bukan sesuatu yang cukup menyenangkan.
Wahana yang ada juga kadang malah membuat rancu. Contoh: wahana simulasi gempa bumi. Well, dengan maksud baik untuk memberikan pengalaman merasakan gempa ... yang terjadi malah sebaliknya ... wahana simulasi gempa bumi secara tidak langsung malah mengajarkan pengguna untuk "menikmati" goyangan gempa. Padahal kita tahu, kalo' terjadi gempa setidaknya kita berlindung di tempat aman seperti di bawah meja (bener nggak ya?). Sepintas saya agak geli melihat wahana itu soalnya malah seperti wahana simulasi naik andong ... .
Tapi saya juga menyadari, di sisi lain pengunjung yang datang juga memang tidak punya motivasi untuk belajar, tampaknya motivasinya memang cuma untuk melihat-lihat. Jadi ... ya sudah klop-lah. Pengunjungnya nggak sadar belajar, wahananya ya sekedar display informasi ensiklopedik.
Saya merindukan wahana seperti yang diceritakan oleh kakak ipar saya di Jepang. Wahananya tematik, materinya fokus dan mendalam, terdapat alur pembelajaran, ada buklet panduan, ada penilaian hasil belajar berupa pemberian stempel di akhir perjalanan wahana tersebut. Wah, kayaknya seru banget tuh.
Taman Pintar yang sudah penuh dengan wahana itu mungkin bisa dikelola dengan memberikan highlight pada wahana tematik tertentu untuk rentang bulan tertentu. Dengan modal wahana yang ada di Taman Pintar sekarang, saya rasa sangat mungkin membuat program wahana tematik dinamis.
No comments:
Post a Comment