Thursday, December 09, 2010

Merapi dan Pembelajaran (2)

nerusin obrolan kemaren,,,

Karena Merapi beraktifitas di daerah yang banyak penduduknya, maka selain menjadi fenomena alam erupsi gunung api, Merapi mengimbas pada fenomena sosial yang bernama tanggap bencana. Dalam kondisi tanggap bencana inilah kemudian muncul banyak pelajaran tentang hidup. Reposting mas Komo dari Harum adalah salah satu contoh dari pelajaran tentang hidup. Kisah pembelajaran yang lain tentu banyak...

Dengan adanya dialog antara fenomena alam dan manusia, muncul interpretasi terhadap fenomena alam itu sendiri dari sudut pandang humanistik dan juga membawa pada introspeksi manusia tentang hidup itu sendiri.

Itu baru bicara tentang kondisi tanggap bencana-nya, belum lagi kita bicara tentang Mbah Maridjan, atau bicara tentang potensi ekonomi yang dimuntahkan Gunung Merapi.Oleh karenanya, aku setuju banget sama piwelingnya Mbah Maridjan bahwa kita bisa belajar dari Merapi untuk menjadi Numrapi, menjadi bermanfaat untuk lingkungan di sekitar kita.

Kisah-kisah pembelajaran yang dibabar oleh Merapi yang pengen aku kasih garis tebal di sini adalah tentang bagaimana kita berusaha melihat suatu permasalahan dari sudut pandang orang lain sehingga kita mampu memahami permasalahan dengan lebih komprehensif. Misalnya kasus wafatnya Mbah Maridjan. Bagaimana stand point kita tentang hal tersebut? Menilai Mbah Maridjan kemlinthi? Atau memuji bahwa Mbah Maridjan teguh pendirian? Atau keduanya tidak ada yang mendekati benar? Dalam satu kasus ini saja, Merapi menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk mengajarkan kepada kita bahwa kita janganlah buru-buru memberi penilaian terhadap sebuah kejadian/fenomena.

Hal ini juga berlaku dalam kasus penilaian orang terhadap Merapi itu sendiri. Apakah Merapi merupakan ancaman? Apakah Merapi sedang marah karena orang Jogja mulai hilang keistimewaannya? Apakah Merapi sedang berdehem karena pembahasan RUUK Jogja berlarut-larut nggak selesai ujung pangkalnya? wah, bisa mremen kemana-mana... Yang muaranya adalah pelajaran untuk tidak tergesa-gesa memberi penilaian pada segala sesuatu.

Kalo' teman-teman pecinta PSSI sering berdoa "jauhkanlah kami dari Nurdin yang terkutuk", maka Merapi sedang mengingatkan kita untuk berdoa "jauhkanlah kami dari kegemaran membuat prasangka tak berdasar"

No comments: